YOGYAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyesalkan keputusan pemerintah dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang memberikan status bebas bersyarat kepada mantan Jaksa di Kejaksaan Agung (Kejagung) Urip Tri Gunawan yang telah divonis pidana 20 tahun penjara terkait suap penanganan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Urip mendapat remisi, hingga tidak menjalani masa kurungan selama 20 tahun. Saat ini Urip sudah berstatus bebas bersyarat sehingga kurungan penjara dijalani sekira sembilan tahun (2008-2017).
Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Widodo Ekatjahjana, menyampaikan pemberian status bebas bersyarat itu sudah sesuai perundangan. Pemberian remisi untuk Urip menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2006.
"Peraturan itu belum ada klausal soal justice collaburator," katanya pada wartawan saat meninjau Lapas Klas II A Wirogunan Kota Yogyakarta, Rabu (17/5/2017).
Sementara peraturan pemerintah yang mengatur justice collaburator adalah nomor 99 tahun 2011. Jika mengacu pada peraturan itu, pemberian status bebas bersyarat bagi Urip akan sulit terwujud.
"Dia dapat remisi melalui PP 28/2006, remisi itu mengelinding sesuai haknya. Kalau pakai PP 99/2011, dia (Urip) pasti terhambat (status bebas bersyarat)," jelasnya.
Widodo kembali menegaskan jika status bebas bersyarat yang diberikan pemerintah terhadap Urip sudah sesuai perundangan yang berlaku. Sebab, pemberian remisi mengacu pada PP No 28 tahun 2006 tersebut.
Urip yang merupakan mantan Jaksa di Kejaksaan Agung terjerat kasus suap. Dia menerima uang dari Atalita Suryani atas perkara yang ditanganinya. Majelis Hakim menyatakan Urip bersalah dan diganjar hukuman 20 tahun penjara.
Pemberian status bebas bersyarat ini disesalkan banyak pihak pegiat anti korupsi. Bahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi juga kecewa atas pemberian status bebas bersyarat bagi Urip.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menganggap pemberian status bebas bersyarat Ditjen Pemasyarakatan (Ditjen Pas) terhadap mantan Jaksa Urip Tri Gunawan sebagai preseden buruk kedepan terhadap penegakan hukum.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, menganggap pemberian status bebas bersyarat Ditjen Pemasyarakatan (Ditjen Pas) terhadap mantan Jaksa Urip Tri Gunawan sebagai preseden buruk kedepan terhadap penegakan hukum.
"Dan yang pasti terkait dengan pembebasan bersyarat ini dapat menjadi preseden yang tidak baik kedepan kalau diteruskan dengan pemberian-pemberian remisi atau pembebasan bersayarat," kata Febri saat dikonfirmasi, Selasa 16 Mei 2017.
Meskipun terdapat aturan didalam Undang-Undang yang mengatur 2/3 masa tahanan, namun, kata Febri, dalam Peraturan Pemerintah (PP) 99 terdapat kekhususan atau keseriusan untuk melakukan pemberantasan korupsi.
"Sehingga bukan ketentuan minimal yang diambil. Karena kalau kita baca Undang-Undang, 2/3 menjalani masa pidana tersebut adalah ketentuan yang minimal," jelasnya.
"Jadi tidak harus 2/3 menjalani masa pidana kemudian harus dibebaskan karena ada syarat-syarat yang lain, konsen-konsen lain yang perlu juga diperhatikan," imbuh Febri.
(Rachmat Fahzry)