JAKARTA - Indonesia Coruption Watch (ICW) mempertanyakan dasar perhitungan dan pemberian pembebasan bersyarat oleh Direktorat Jendral Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) terhadap mantan Jaksa Urip Tri Gunawan. Menurutnya, remisi ini menyalahi aturan karena diberikan sebelum Urip menjalani sepertiga masa tahanan.
"Ini sangat disayangkan, apalagi remisi kepada Urip diberikan sebelum yang bersangkutan menjalankan sepertiga masa pidana, sebagaimana disyaratkan dalam pasal 34 PP 28/2006 (tentang syarat dan tata cara pelaksaan hak warga binaan pemasyarakatan)," kata anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Laola Easter kepada Okezone, Kamis (18/5/2017).
Laola tak bisa menerima Argumen Kemenkumham yang tidak membelakukan PP 28/2006 kepada Urip melainkan PP 99/2012 karena berarti pemerintah telah bersikap tidak adil kepada semua narapidana.
Agar kejadian seperti Urip tidak terulang, ICW pun mendorong Kemekumham untuk mencabut surat edaran Menkumham bernomor M.HH-04.PK.01.05.06 tahun 2013 yang membatasi penerapan PP 99/2012. Dalam surat itu menyebutkan sejumlah syarat ketat pemberian remisi dan pembebasan pelaku pidana khusus seperti koruptor.
Sebab dalam surat edaran tersebut pembebasan bersyarat dapat diterapkan untuk putusan pidana yang inkracht setelah 12 November 2012. "Makanya terapkan PP 99/2012 secara menyeluruh karena pengetatan syarat ada di sana," tukasnya.
Urip merupakan mantan jaksa di Kejaksaan Agung yang terjerat kasus suap dari Artalita Suyani senilai USD660 ribu dalam perkara BLBI yang ditanganinya. Majelis hakim menyatakan Urip bersalah dan diganjar hukuman 20 tahun penjara.
Dia bebas dari LP Sukamiskin Bandung, 12 Mei 2017. Dari total 20 tahun masa hukuman, dia baru menyelesaikan sembilan tahun masa hukuman.
(Angkasa Yudhistira)