Lebih dari itu, Nazi bertekad melumpuhkan moral para pejuang di Prancis. Menundukkan negara barat Eropa ini hingga mereka tak mampu lagi bangkit dan menggalang dukungan bagi negara-negara pendudukan Jerman lainnya.
Apa pun itu, fakta lain mengungkap strategi Jerman itu memang sukses besar. Pemboman tersebut berhasil memprovokasi jumlah teror yang tepat. Semua orang, khususnya mereka yang punya kedudukan tinggi ingin meninggalkan kota itu. Akan tetapi, pemerintah melarang kota itu dikosongkan.
Menteri Dalam Negeri Prancis sampai-sampai harus mengancam setiap pejabat yang hendak melarikan diri untuk diganjar hukuman berat. Semua demi menahan agar para pejabat itu tidak mengungsi pula dari Paris.
Banyak orang kemudian bertanya, mengapa harus Paris yang dibom waktu itu. Jawabannya ternyata cukup sederhana, yakni karena pada masa itu, pemerintah Prancis mendeklarasikan Paris sebagai kota yang terbuka (open city). Itu artinya, pemerintah secara tak langsung sudah mengibarkan bendera putih. Mereka tidak akan berjuang untuk mempertahankan kotanya dan dengan kata lain, memang dibiarkan untuk dikuasai militer Jerman. Di sisi lain, ada juga yang mengatakan mengebom Paris yang punya ikon dunia Menara Eiffel, dipandang lebih seksi bagi propaganda Nazi.
Kisah lain menuturkan, terlepas dari kejayaan Nazi di Eropa Barat pada masa ini, Raja Norwegia, Haakon lebih dulu meramalkan sesuatu yang berbeda. Kabinet Perang Inggris kala itu diberitahu kalau Haakon yakin sepenuhnya bahwa Sekutu pada akhirnya akan memenangkan perang ini. Setelah membuat ramalan itu, dia kabur dari Norwegia ke Inggris, meninggalkan negaranya dalam genggaman Jerman. Sementara ramalannya menjadi kenyataan pada 1945, Nazi kalah perang dan Sekutu melucuti segala kemajuan yang diupayakannya.
(Emirald Julio)