Pengalaman serupa juga diceritakan seorang mahasiswi kelahiran Jakarta yang sekarang sedang menjalani praktik magang di Beijing, China. Mentari Puspa Ferisa (22) menyebut manisan takjil di Indonesia hanyalah bayangan.
"Kalau lagi bulan puasa begini yang bikin kangen tuh jajanan takjilnya. Kolak pisang, bubur sumsum, kolang-kaling. Sayang di sini tidak ada, jadi rasanya manisan takjil di Indonesia hanyalah impian," cetusnya.
Aneka takjil di Prancis. (Foto: Istimewa/Saldhyna Di Amora)
Seorang lagi diaspora Indonesia di Negeri Tirai Bambu ialah Wino Yourman Eusy (23). Mahasiswa pascasarjana Renmin University tersebut juga mengaku kangen sama kegiatan ngabuburit di tanah kelahirannya.
"Saya kangen keluar membeli makanan untuk berbuka. Tapi sekarang saya dan teman-teman bisa menyiasatinya dengan berkumpul di satu rumah lalu masak masakan Indonesia sendiri," tuturnya.
Menu bukber Wino di China. (Foto: Istimewa/Wino Yourman Eusy)
Bagi Wino, selain melulu soal makanan, hal yang paling dirindukan dari menjalankan Ramadan di Indonesia ialah momen berkumpul dengan keluarga. Tak heran, pemuda kelahiran Batam 1 Mei 1994 tersebut tinggal sendirian di Beijing. Untungnya, zaman sudah maju dan dia bisa memanfaatkan perkembangan teknologi itu untuk berkabar.
"Yang paling dikangenin tuh kumpul sama keluarga. Cara saya mengobati rasa kangen, ya, biasanya lewat video call. Di situ bisa menatap dan berbincang sama adik-adik dan mama. Kalau sama papa, bisa chatting via whatsapp saja," kata sulung dari empat bersaudara tersebut.
(Silviana Dharma)