Sementara itu, Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Samuel A Pangerapan mengatakan, normalisasi aplikasi Telegram berbasis web menunggu respons perusahaan tersebut dalam memenuhi ketentuan yang ada.
Ia mengatakan Telegram telah disalahgunakan oleh para teroris untuk melakukan komunikasi dan koordinasi, selain itu juga menyebarkan materi-materi terkait terorisme.
Kemenkominfo sendiri telah mengirim surat elektronik enam kali tanpa jawaban, sehingga pada 14 Juli 2017 diputuskan untuk melakukan pemblokiran. Kini, menurut dia, telah terjadi perkembangan. Pihak Telegram juga telah memulai komunikasi guna menyelesaikan persoalan ini.
(Rizka Diputra)