"Pang, lu mesti punya kepandaian silat, karena menegakkan kebenaran tanpa kekuatan adalah sia-sia. Lu ikut mamang ke Cianjur. Lu belajar silat di sana ama kenalan mamang," ujar paman dari Si Jampang.
"Aye (baik), mang. Aye sih pegimane mamang aja gimana baeknye," jawab Jampang dengan penuh rasa hormat.
Di sana, Si Jampang ternyata tidak hanya belajar silat. Ia juga diajari bercocok tanam padi, merapikan rumah, hingga kemampuan lainnya yang bersifat mandiri. Di padepokan bela diri tersebut, Si Jampang diperlakukan seperti anak sendiri, tapi tidak bisa berbuat semaunya hingga berpangku tangan. Dampaknya, Jampang akhirnya memiliki keahlian diri yang membantunya di kehidupan sosial.
Usai "lulus" dari berguru silat, Si Jampang diberi pesan oleh gurunya bahwa ilmu yang didapat tidak digunakan untuk kejahatan. Ia pun segera kembali ke kediaman pamannya di Grogol Depok dengan menaiki Kereta Api Buitenzorg-Batavia jurusan Bogor terlebih dahulu. Setelah pulang, ternyata Jampang diminta berguru lagi, kali ini ilmu mengaji.