JENEWA – Kelompok Ahli Hak Asasi Manusia (HAM) PBB mendesak Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi harus bertemu dengan warga minoritas Muslim Rohingya yang menjadi sasaran penganiayaan oleh militer secara pribadi. Pernyataan tersebut dikeluarkan di Jenewa, Swiss, pada Selasa 26 September.
BACA JUGA: PBB: Dunia Harus Membantu Pengungsi Rohingya yang Trauma dan Dalam Kondisi Sulit!
Myanmar menolak tuduhan PBB bahwa pasukannya terlibat dalam pembersihan etnis terhadap Muslim Rohingya sebagai tanggapan atas serangan terkoordinasi militan Rohingya terhadap pasukan keamanan pada 25 Agustus.
Serangan militer tersebut telah membuat hampir 430 ribu warga Rohingya melarikan diri dan mengungsi ke Bangladesh, menurut pernyataan tujuh pejabat PBB. Mereka menyertakan laporan khusus tentang hak asasi manusia di Myanmar, mengenai isu-isu minoritas, dan rasisme.
BACA JUGA: Sssstt... Myanmar Tersinggung Dicap Lakukan Genosida Etnis Rohingya
"Kami mengimbau Aung San Suu Kyi untuk menemui warga Rohingya secara pribadi," kata pejabat tersebut dalam pernyataannya, Rabu (27/9/2017).
Mereka mengatakan bahwa pelaksanaan janji Suu Kyi untuk mengatasi krisis tersebut, termasuk bahwa pelaku akan dimintai pertanggungjawaban, akan menjadi "isyarat kosong" karena begitu banyak etnis Rohingya yang telah melarikan diri.
BACA JUGA: 28 Jasad Warga Hindu Dikubur Massal, Tentara Myanmar Tuduh Militan Rohingya Pelakunya
Suu Kyi merupakan pemenang hadiah Nobel Perdamaian yang pemerintahannya berkuasa pada tahun lalu dalam transisi hampir 50 tahun pemerintahan militer. Dia telah mengecam pelanggaran hak asasi manusia, namun tekanan internasional terhadapnya semakin meningkat dan muncul seruan agar hadiah Nobel-nya ditarik.
Suu Kyi hanya memiliki sedikit kendali atas pasukan keamanan di bawah konstitusi rancangan militer, yang juga melarangnya menjadi presiden dan memberikan hak veto militer atas reformasi politik.
(Wikanto Arungbudoyo)