TEHERAN - Perdana Menteri (PM) Irak Haider al Abadi menolak tawaran Pemerintah Regional Kurdistan (KRG) untuk membekukan hasil referendum kemerdekaan Kurdi untuk membuka jalan bagi sebuah dialog dengan Baghdad. Hal tersebut disampaikan oleh PM al Abadi pada sebuah pertemuan dengan Wakil Presiden Iran Eshaq Jahangiri di Teheran saat kunjungan ke Turki dan Iran.
"Kami memperingatkan (orang-orang Kurdi) menentangnya (referendum) tapi tidak berhasil. Kami hanya dapat menerima pembatalan referendum (hasil) dan mematuhi konstitusi," tulis sebuah pernyataan dari PM al Abadi, dilansir dari Bernama, Kamis (26/10/2017). Secara tidak langsung, PM Irak mengatakan jika jalan keluar hanyalah pembatalan referendum, tak hanya pembekuan.
Pada Rabu 25 Oktober, KRG mengusulkan pembekuan hasil referendum kontroversial terkait wilayah Kurdistan untuk memulai dialog antara Baghdad dan wilayah Kurdi setelah terjadi bentrokan antara pasukan Peshmerga Kurdi dan pasukan federal Irak.
BACA JUGA: Khawatir Bentrokan dengan Irak Makin Panjang, Kurdi Tunda Deklarasi Kemerdekaan
"Kami menawarkan kepada pemerintah, serta opini publik Irak dan global, gencatan senjata segera dan penghentian semua operasi militer di wilayah Kurdistan," sebuah pernyataan KRG mengatakan.
"Kami akan membekukan hasil referendum yang dilakukan di Kurdistan Irak, dan untuk memulai dialog terbuka antara pemerintah daerah dan pemerintah federal atas dasar konstitusi Irak," kata pernyataan tersebut.
Dikatakan bahwa KRG tidak menginginkan perang dengan Baghdad. Pihak KRG menyatakan bahwa bentrokan tersebut tidak akan memiliki pemenang, melainkan akan menyebabkan negara ini mengalami kehancuran besar dalam semua aspek kehidupan.
Pada 16 Oktober, PM Haider al Abadi, yang juga panglima tertinggi pasukan Irak, memerintahkan pasukan pemerintah untuk memasuki provinsi Kirkuk yang kaya minyak di Irak utara untuk mendapatkan kembali kendali atas daerah-daerah di sana.
BACA JUGA: Luncurkan Operasi Besar, Pasukan Irak Konfrontasi Senjata dengan Kurdi di Kirkuk
Masyarakat Kurdi mempertimbangkan provinsi Kirkuk utara dan bagian-bagian provinsi Niniwe, Diyala, dan Salahudin sebagai wilayah yang dipersengketakan dan ingin mereka dimasukkan ke wilayah mereka, sebuah tindakan yang sangat ditentang oleh orang-orang Arab dan Turkmenistan di wilayah tersebut dan juga pemerintah pusat.
Merdekanya Kurdistan tidak hanya ditentang oleh pemerintah pusat Irak tetapi juga oleh negara-negara lain karena akan mengancam integritas Irak dan merongrong perang melawan militan ISIS.
Negara-negara tetangga Irak, khususnya Turki, Iran, dan Suriah, khawatir bahwa upaya kemerdekaan Kurdi mengancam integritas teritorial mereka, karena populasi Kurdi yang besar tinggal di negara-negara tersebut.
(pai)
(Rifa Nadia Nurfuadah)