Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Perang Digital Terbuka, Ketika Pelaku Cyber Crime Lawan Balik Kebijakan Registrasi Nomor Ponsel Lewat Penyebaran Hoax

Yudhistira Dwi Putra , Jurnalis-Senin, 06 November 2017 |08:03 WIB
Perang Digital Terbuka, Ketika Pelaku <i>Cyber</i> <i>Crime</i> Lawan Balik Kebijakan Registrasi Nomor Ponsel Lewat Penyebaran Hoax
Ilustrasi (FOTO: Okezone)
A
A
A

Terkait kasus itu, otoritas setempat, kepolisian dan Badan Regulasi Internet, Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia (MCMC) mengaku masih melakukan penyelidikan lebih lanjut.

"Kami sudah mengidentifikasi beberapa sumber potensial soal kebocoran ini dan kami akan menuntaskan kasus ini segera," ujar Menteri Komunikasi dan Multimedia Salleh Said kemarin, sebagaimana dilansir Bangkok Post.

Selain itu, Cash Shield, perusahaan Singapura yang bergerak di bidang keamanan siber mengatakan, dalam banyak kasus, biasanya para peretas mengambil informasi berkualitas dari setiap data yang mereka curi, termasuk NIK, nomor telepon, hingga alamat email beserta kata kuncinya.

"Para peretas ini memiliki informasi berkualitas seperti tanggal kelahiran, nomer kartu identitas, nomer telepon, alamat email dan kata kuncinya," kata Justin Lie, sebagaimana dilansir Straitstimes.

Sementara itu, Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran (UNPAD), Muradi meminta pemerintah belajar dari pencurian data di Malaysia. Sebab, dalam kasus Malaysia, Muradi melihat adanya kemungkinan keterlibatan orang-orang di dalam otoritas dalam kejadian tersebut. Karenanya, pemerintah harus siap untuk menghadapi berbagai potensi kecolongan terkait perlindungan data masyarakat.

"Dengan melihat Malaysia, saya harap kita bisa lebih sadar untuk memproteksi, sadar pentingnya keamanan soal ini," kata Muradi kepada Okezone, Jumat (3/11/2017).

"Saya kira bukan sekadar dijebol ya. Saya kira hal-hal internal error itulah yang kemudian melibatkan orang-orang di dalam juga. Karena kalau melihat polanya kan seharusnya itu terproteksi dengan baik. Itu butuh langkah yang agak serius ya," tambahnya.

Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kecolongan, Muradi mendorong Kemkominfo bersama dengan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dukcapil Kemendagri) untuk menggandeng instansi lain yang memiliki kapasitas untuk melakukan proteksi terhadap data, semisal Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

"Kominfo dan kementerian terkait harus bekerjasama dengan teman-teman di BSSN untuk memastikan bahwa data itu terproteksi berlapis-lapis. Dengan cara itu, kita bisa memastikan bahwa data tidak disalahgunakan. Yang jadi masalah kan jika disalahgunakan," tutur Muradi.

Selain melakukan antisipasi dengan cara formal --sinergitas otoritas, pemerintah, dikatakan Muradi harus menyiapkan langkah-langkah informal terkait perlindungan data masyarakat, sebagaimana yang dilakukan banyak negara maju di dunia,

"Seperti di negara-negara maju, misalnya Amerika Serikat. Itu kan mereka selain menggunakan pertahanan secara formal, mereka juga melakukan informal, misalnya dengan melibatkan para hacker untuk memproteksi itu. Jadi, peperangannya bukan bagaimana mereka angkat senjata, tapi bagaimana mereka bisa melindungi ancaman-ancaman siber terhadap negara," paparnya.

(ydp)

(Amril Amarullah (Okezone))

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement