RAMALLAH – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengancam akan menghentikan bantuan pendanaan terhadap Palestina. Sebab, Palestina menunjukkan keengganan untuk bernegosiasi dengan Israel terkait status Yerusalem.
BACA JUGA: AS Ancam Hentikan Bantuan Dana terhadap Negara yang Tolak Keputusannya Terkait Yerusalem
Palestina mengaku tidak takut terhadap ancaman tersebut. Juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Nabil Abu Rudeina, menegaskan bahwa Yerusalem tidak untuk dijual. Sang presiden menurutnya tidak menentang negosiasi, tetapi harus sesuai dengan hukum dan resolusi internasional.
“Yerusalem adalah ibu kota abadi Palestina dan tidak dijual demi emas atau uang. Kami tidak menentang negosiasi, tetapi harus didasarkan pada hukum dan resolusi internasional yang mengakui negara Palestina merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota,” tukas Nabil Abu Rudeina, mengutip dari BBC, Kamis (4/1/2018).
Pendapat senada diungkapkan anggota komite eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina, Hanan Ashrawi. Ia mengatakan bahwa warga Palestina tidak bisa diperas dan menuding Presiden AS Donald Trump telah melakukan sabotase terhadap upaya mencari perdamaian, kebebasan, dan keadilan.
BACA JUGA: Mahmoud Abbas: Yerusalem Ibu Kota Abadi Palestina
AS diketahui memberi bantuan senilai USD260 juta (setara Rp3,4 triliun) ke Palestina pada 2016. Sebagai tambahan, Washington juga merupakan penyumbang dana bantuan terbesar bagi Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) yang pada 2016 menggelontorkan uang senilai USD368 juta (setara Rp4,9 triliun).
BACA JUGA: Pemerintah AS Resmi Umumkan Status Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel
Sebagaimana diberitakan, pemerintah AS mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel pada 6 Desember 2017. Pengakuan tersebut dilengkapi dengan perintah untuk memindahkan kedutaan besar dari Tel Aviv ke Kota Suci tiga agama tersebut.
BACA JUGA: Israel Persulit Syarat Penyerahan Yerusalem ke Palestina
Keputusan AS itu sontak memicu protes dari negara-negara Arab dan berpenduduk mayoritas Muslim. Palestina sendiri menganggap pengakuan AS tersebut menunjukkan posisi Negeri Paman Sam yang berpihak kepada Israel. Dengan demikian, Amerika tidak lagi pantas menyandang status sebagai mediator negosiasi damai antara Israel dengan Palestina.
(Wikanto Arungbudoyo)