Catatan Becak di Ibu Kota
Sejak lama alat transportasi bertenaga manusia yang masuk ke Jakarta sekira 1942 ini dianggap biang kemacetan oleh pemerintah. Bahkan, Presiden pertama RI, Sukarno, mengklaim becak sebagai simbol ketertinggalan kota dan alat angkut yang tak manusiawi lantaran menggunakan tenaga manusia tersebut.
Nyatanya, kehadiran becak di Jakarta sempat menjadi primadona pada 1966. Bahkan, tercatat 160 ribu unit becak mengaspal di ibu kota.

Namun pada 1970, Gubernur DKI Jakarta kala itu, Ali Sadikin, melarang produksi dan pengoperasian becak di wilayah yang dipimpinnya. Dari 160 ribu unit, keberadaan becak di Jakarta hanya tinggal 38 ribu unit becak.
(Baca juga: Polisi Setuju Becak Beroperasi di Permukiman Belum Terjangkau Transportasi dan Tempat Wisata)
Aturan itu semakin dipertegas pada 1988 lewat Peraturan Daerah yang dikeluarkan Gubernur selanjutnya, Wiyogo Atmodarminto. Ia menerbitkan Perda Nomor 11 Tahun 1988, yang isinya hanya mengakui kereta api, taksi, bis, dan angkutan roda tiga bermotor sebagai alat transportasi resmi.
Wiyogo lantas mendatangkan 10 ribu minica (bajaj, helicak, minicar) demi menggeser keberadaan becak yang masih membeludak. Tak hanya itu, ia juga sempat berniat membuang seluruh becak ke Teluk Jakarta. Rencana tersebut gagal karena sulit terealisasi.