Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Golkar Pastikan Acara Munas Tak Kecipratan Uang Korupsi Bakamla

Bayu Septianto , Jurnalis-Kamis, 25 Januari 2018 |19:10 WIB
Golkar Pastikan Acara Munas Tak Kecipratan Uang Korupsi Bakamla
Sejumlah petinggi Partai Golkar tegaskan partainya tak kecipratan uang hasil korupsi Bakamla (Foto: Bayu/Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Dana proyek pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) diduga mengalir untuk pembiayaan Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar.

Hal itu terungkap dalam kesaksian Managing Director PT Rohde and Schwarz, Erwin Arif dalam persidangan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit monitoring Bakamla di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Aliran uang tersebut disebut diminta oleh anggota DPR dari Fraksi Golkar Fayakhun Andriadi.

DPP Partai Golkar merasa nama baik partainya telah dicatut. Korbid Pemenangan Pemilu Wilayah Timur Partai Golkar Melchias Marcus Mekeng menyebut setiap aliran dana partai berlambang beringin ini selalu diaudit.

"Uang partai itu uang yang masuk ke rekening partai. Itu orang jual nama. Jadi kita tetap aturannya, sumber jelas dan diaudit," kata Mekeng di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Kamis (25/1/2018).

Pada kesempatan yang sama, Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan setiap dana yang masuk ke partai Golkar harus jelas asalnya. "Bahwa kita menghormati proses persidangan. Ini baru asumsi. Saya pastikan bahwa setiap dana ke parpol itu pasti berasal dari dana yang sesuai dengan perundang-undangan," kata Ace.

Anggota Komisi II DPR itu menjelaskan dana penyelenggaraan Munas berasal dari tiga hal yakni iuran, sumbangan, dan sumber dana dari pemerintah. Ia membantah adanya sumber dana seperti yang disebutkan dalam persidangan kemarin.

"Kami pastikan tidak ada dana yang berasal seperti disebutkan dari fakta persidangan," tegasnya.

(Baca Juga:  Tiba-Tiba Nama Setnov Muncul di Sidang Korupsi Bakamla RI)

Fayakhun disebut ikut mengatur pembahasan anggaran Bakamla di Komisi I DPR, saat ia masih menjadi anggota Komisi I DPR RI. Dugaan ini terungkap dalam persidangan untuk terdakwa Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla, Nofel Hasan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (10/1/2018) kemarin.

Dalam persidangan, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan mantan terdakwa dalam kasus yang sama, yakni Muhammad Adami Okta yang merupakan pegawai PT Melati Technofo Indonesia, peserta lelang pengadaan satelit monitoring di Bakamla.

Jaksa KPK kemudian menunjukkan barang bukti berupa foto percakapan WhatsApp antara Adami dengan atasannya, yakni Fahmi Darmawansyah. Dalam percakapan tersebut, diduga Fayakhun yang merupakan politisi Partai Golkar itu mendapat jatah 900.000 dollar AS dari PT Melati Technofo.

Menurut Adami, awalnya Fayakhun mencoba menghungi Fahmi Darmawansyah. Namun, Fayakhun selalu gagal menghubungi Fahmi. Fayakhun kemudian meminta Erwin Arif selaku pengusaha dari perusahaan Rohde & Schwarz, untuk berkomunikasi dengan Fahmi Darmawansyah.

Menurut Adami, Fayakhun meminta fee atas anggaran Bakamla. Dalam salah satu foto WhatsApp, Adami mengatakan kepada Fahmi Darmawansyah bahwa pemberian tahap pertama kepada Fayakhun sudah dilakukan, yakni sebesar 300.000 dollar AS. Uang sebesar itu diminta Fayakhun diberikan secara tunai, guna keperluan penyelenggaraan Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar.

(Angkasa Yudhistira)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement