JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus melakukan penyidikan terkait kasus dugaan suap pengadaan mesin pesawat Airbus Garuda Indonesia dari perusahaan raksasa asal Inggris Rolls-Royce dengan tersangka mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Emirsyah Satar.
Kali ini, berdasarkan jadwal pemeriksaan yang dirilis Biro Humas KPK, penyidik kembali memanggil pegawai Beneficial Owner Connaught Intenational Pte Ltd dan PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Group Sallyawati Rahardja. Ia akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi.
"Yang bersangkutan akan diperiksa untuk tersangka ESA (Emirsyah Satar)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, di Jakarta, Rabu (28/2/2018).
(Baca: Kasus Suap Mesin Pesawat Garuda, KPK Kembali Panggil Sallywati Rahardja)
Sallyawati sendiri sudah sering bolak-balik menjalani pemeriksaan oleh penyidik lembaga antirasuah. Dia juga merupakan anak buah dari Soetikno Soedarjo yang diduga sebagai pihak penyuap Emirsyah Satar.
Selain Sallyawati, penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan VP Aircraft Maintenance Management PT Garuda Indonesia, Batara Silaban, sebagai saksi.

Mantan dirut PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, terjerat kasus dugaan suap. (Foto: Antara)
"Batara juga selaku saksi untuk penyidikan tersangka ESA," ucap Febri.
Emirsyah Satar sendiri diduga menerima sejumlah uang dari Soetikno Soedarjo yang juga diduga sebagai perantara pihak Rolls-Royce di Indonesia.
Suap tersebut diberikan dalam bentuk uang dan barang. Dari pengembangan sementara, Emir menerima 1,2 juta euro dan USD180 ribu atau setara Rp20 miliar. Kemudian barang yang diterima senilai USD2 juta yang tersebar di Singapura dan Indonesia.
(Baca: KPK Periksa Notaris Telisik Suap Eks Dirut PT Garuda Emirsyah Satar)
Atas perbuatannya, Emirsyah Satar disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1991 sebagaimana telah diubah dalam UU 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sementara Soetikno Soedarjo, selaku pihak yang diduga memberi suap, dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU 31/1991 sebagaimana telah diubah dalam UU 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
(Hantoro)