Ia mengaku sempat optimis ketika seorang santri Muhibuddin, atase hukum KBRI, dan seorang jaksa, selalu mendampingi dalam upaya membebaskan Zaini Misrin dari hukuman mati. Pendampingan itu membuahkan hasil berupa celah untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) atas vonis yang sudah inkracht sejak 2008.
BACA JUGA: Terkejut, Indonesia Protes Arab Saudi Atas Eksekusi Mati WNI Tanpa Notifikasi
BACA JUGA: Pemerintah Benarkan Tak Ada Pemberitahuan Eksekusi Zaini Misrin dari Arab Saudi
Akan tetapi, menurut Agus, PK menjadi ‘makhluk baru’ dalam sejarah hubungan bilateral antara Arab Saudi dengan Indonesia selama 68 tahun terakhir. Agus mengakui bahwa dirinya harus kembali menjadi seorang santri dengan mengakrabi kitab-kitab terkait Fiqih Pidana Islam dan juga menelusuri KUHAP Saudi.
Meski demikian, hukuman mati qisas yang dijatuhkan hanya dapat dibatalkan jika ahli waris memberikan kata maaf. Hingga detik terakhir jelang pelaksanaan hukuman mati, putra dari Umar Abdullah bin Umar, tak kunjung memberikan kata maaf tersebut.