Pembantaian Jeju merujuk pada bentrokan antara pasukan pemerintah dengan warga sipil pada 1948-1954 sebagai dampak dari perbedaan ideologi di Korea Selatan usai kemerdekaan dari Jepang. Menurut data pemerintah Korea Selatan pada 2003, jumlah korban tewas di pihak warga sipil mencapai 25-30 ribu orang, sekira 10% total populasi pulau tersebut pada masa itu.
Pemerintah Korea Selatan di masa lalu menutupi fakta di balik insiden dan melarang para penyintas untuk berbicara dengan alasan keamanan serta perdamaian. Kalangan nasionalis juga mendukung langkah pemerintah sebagai bagian dari kampanye memberantas simpatisan komunis.
Mantan Presiden Roh Moo-hyun menjadi kepala negara pertama yang menghadiri acara peringatan pada 2006. Sementara itu, Moon Jae-in dalam kampanyenya berjanji untuk menangani luka para korban kekejaman negara di masa lalu. Pengungkapan fakta atas tragedi pembantaian di Jeju hanya satu dari 100 janji kampanye Moon Jae-in.
(Wikanto Arungbudoyo)