Hak Politik Dicabut Bagaimana Nasib Setnov di DPR
Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan pihaknya akan mengadakan rapat internal pascavonis kepada Setnov. Rapat internal ini dilakukan salah satunya adalah membahas status keanggotaan Novanto di DPR.
"Hari ini kami akan menggelar rapat internal. Rapat ini bukan hanya secara khusus membahas Pak Novanto, tapi biasa rapat internal akhir masa reses, akan membicarakan banyak hal, terutama perkara-perkara yang tadi. Sudah diagendakan juga membicarakan masalah Pak Setya Novanto," urai Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.

Dia menjelaskan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3), status keanggotaan Setnov di DPR masih jelas, selama status hukumnya belum berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
"Ya, kalau lihat MD3 itu harus inkrah. Tapi, nanti akan kita bicarakan karena beberapa teman minta itu diagendakan," tegas Dasco.
Selain vonis 15 tahun penjara, Setnov juga mendapat vonis tambahan dari Majelis Hakim Tipikor. Salah satunya, adalah dicabutnya hak politik Setnov selama 5 tahun.
"Menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut hak terdakwa untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan," kata Hakim Yanto.
Setnov Tak Bisa Jadi Justice Collaborator Kasus e-KTP
Setnov sempat mengajukan permohonan Justice Collaborator (JC) pada 10 Januari 2018. Namun, permohonan JC yang diajukan oleh Setnov dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Majelis Hakim menilai bahwa mantan Ketua Umum Partai Golkar itu belum pantas dan tidak memenuhi syarat sebagai JC. Hal itu dibacakan oleh Hakim Anggota Anwar di Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Menimbang berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut, oleh karena jaksa penuntut umum menilai bahwa terdakwa Setya Novanto belum penuhi syarat untuk dijadikan sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator, maka tentunya dengan demikian majelis hakim tidak dapat mempertimbangkan permohonan terdakwa," kata Hakim Anwar.
(Fiddy Anggriawan )