“Keadaan dalam pesawat penuh dengan penumpang dan berdesakan, keadaan dalam pesawat agak gaduh, bising, suara penumpang tidak terdengar dengan baik,“ jelas Emus Giwjangge dalam suratnya tersebut.
Saat kondisi tersebut, pramugari melakukan pengaturan terhadap penumpang dan barang bawaan penumpang di dalam pesawat. Dan menemui Frantinus Nirigi yang saat itu sedang membawa sebuah tas.
“Saat itu pramugari melakukan tugasnya mengatur penumpang dan barang bawaan mereka di dalam pesawat, Pramugari menghampiri Saudara Frans Nirigi dan mennayakan isi dari tas yang dibawa oleh Fantinus yang didalamnya ternyata berisi tiga buah laptop dan sejumlah perlengkapan sisa kuliahnya, dan ditaruh di bawa tempat duduk. Pramugari yang melihat adanya tas di bawah tempat duduk Frantinus kemudian menanyakan isi dari tas yang di letakan oleh Frantinus di bawah tempat duduknya tersebut dan isi tas tersebut adalah perlengkapan kuliah dari Si Fran yang masih bisa digunakan dinataranya, buku-buku, dan laptop serta beberapa barang lainnya,” urai Emus Gwijangge menirukan pernyataan Frantinus.
Dimana isi tas Frantinus merupakan tiga buah laptop maka tas tersebut di taruh di bawah tempat duduknya di dalam kabin pesawat, (menaruh barang di bawah kursi dibenarkan dalam semua penerbangan). Pramugari kemudian menanyakan isi dari tas tersebut dan dijawab oleh Fran adalah berisi 3 unit laptop.
Karena dalam penerbangan saat itu di dalam pesawat penumpang berdesak-desakan sehingga jawaban dari Frantinus tidak di dengar dengan baik oleh sang pramugari di mana menurut Pramugari, Frantinus mengatakan isi tas atau bungkusan adalah bom.