Ia berujar bahwa LSI Denny JA menemukan bahwa terdapat tiga alasan mengapa pasangan Sutarmidji-Norsan berpeluang menang. Pertama, pasangan Sutarmidji-Norsan adalah pasangan yang paling disukai atau paling tinggi tingkat akseptabilitas.
Selain itu, pemilih juga menyatakan suka dengan Sutarmidji sebesar 78.80 persen. Sementara mereka yang menyatakan suka dengan Karolin sebesar 69.70 persen dan yang menyatakan suka dengan Milton sebesar 67 persen. Sementara pasangan wakilnya Sutarmidji, Ria Norsan juga paling tinggi tingkat kesukaannya yaitu sebesar 74 persen.
Adjie menambahkan, alasan kedua adalah karena Sutarmidji dipersepsikan sebagai calon gubernur yang paling bersih dari korupsi. Isu korupsi menjadi salah satu isu penting bagi masyarakat Kalimantan Barat.
"Sebesar 57.50 persen publik Kalbar meyakini Sutarmidji bersih dari korupsi, sebesar 8.8 persen menyatakan kurang percaya, dan sebesar 33.8 persen menyatakan tidak tahu/tidak jawab," ujarnya.
Untuk alasan ketiga yakni resistensi publik terhadap politik dinasti. Sebab, sebesar 51 persen publik Kalimantan Barat menyatakan bahwa majunya Karolin Margaret Natasa sebagai gubernur dinilai kurang pantas atau tidak pantas sama sekali. "Karena dianggap sebagai upaya petahana (Cornelis) melanggengkan kekuasaanya melalui keluarga. Dan hanya sebesar 21.5 persen yang menyatakan hal itu pantas, karena hak demokrasi Karolin," imbuh Adjie.
Di sisa waktu yang tersedia jelang pemilihan, lanjut Adjie, masih terdapat tiga kondisi yang mampu mengubah suara. Pertama, menang atau kalah juga ditentukan oleh kemampuan kandidat menekan tingkat golput pendukungnya. Kandidat yang menang adalah kandidat yang mampu meminimalisir jumlah golput pendukungnya.
"Kedua, negative campaign adalah kampanye menyerang lawan dengan fakta-fakta yang melemahkan. Isu negatif yang massif terhadap seorang kandidat dapat mengubah suara kandidat tersebut," terang Adjie.