Saat disinggung apakah dirinya tak ada niatan untuk gabung ke ojek online, Babe Uban mengatakan cara kerja ojek online tidak cocok diusia yang sudah sepuh seperti dirinya.
"Saya enggak tertarik, karena di online itu kita harus ada target, misalnya kalau ada order ke Pamulang kita harus kejar ke sana, ke bandara kami tarik, saya sudah tua, udah di sini saja," ungkapnya.
Kata Babe Uban, alasanya tetap setia melakoni pekerjaannya sebagai tukang ojek pangkalan meski usianya sudah lanjut, adalah hanya untuk mengisi waktunya setelah istrinya meninggal.
"Saya hanya buat hiburan saja sekarang, istri sudah enggak ada, anak-anak udah pada rumah tangga, jadi dari pada di rumah enggak ada kerjaan mending begini," pungkasnya.

Nyambi Jadi Tukang Cuci Piring
Hal senada dirasakan Zaenal alias Zae (45), tukang ojek pangkalan di kawasan Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat.
Sebelum ojek online beroperasi di Gondangdia, pria asal Bangkalan, Madura, itu mampu mengantongi uang sebesar Rp3 juta perbulan atau hampir setara dengan upah minimum DKI Jakarta sekarang. Tapi semenjak adanya ojek online, Zae hanya mendapatkan Rp1,5 juta atau perharinya sekira Rp50 ribu.
"Saya di sini sekitar tahun 2000, dulu saya dapat bangsa Rp3 jutaan, sehari saya bisa antar 10 penumpang bahkan lebih karena jaraknya deket-deket," ujarnya.
Dengan penghasilan yang didapatnya sekarang, Zae mengaku tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Zae pun terpaksa nyambi sebagai juru pakir hingga tukang cuci piring para pedagang yang mangkal di Stasiun Gondangdia.
"Ya cukup enggak cukup si bang, kadang saya bantu-bantu markir mobil, kadang juga bersihin mangkok, ya lumayan lah buat nambah-nambah ngirim ke kampung," ucapnya.

Sementara itu, driver ojek pangkalan di kawasan Tanah Abang, bernama Sutejo (55), punya cerita yang mirip dengan dua rekannya tadi. Pria yang biasa dipanggil Tejo itu mengatakan, sejak keberadaan ojek online di sekitarnya, bapak empat anak ini terpaksa harus gali lubang tutup lubang untuk memenuhi kebutuhan setiap bulannya. Bahkan, Tejo nekat meminjam uang di tempat jasa peminjaman keuangan.
"Kadang-kadang pinjem sama teman yang udah gabung di online, kalau engga sama bank keliling, atau kerja harian di restoran China, ya lumayan buat nambah-nambah keperluan dapur dan anak sekolah," bebernya.
Mengetahui pendapatan ojek online yang begitu menggiurkan, bukan berarti Sutejo enggan bergabung seperti teman-temannya yang sudah gabung terlebih dahulu. Tejo mengaku sempat mengirimkan lamaran untuk bergabung dengan salah satu perusahaan ojek yang berbasis aplikasi. Namun, hingga saat ini dirinya belum mendapatkan panggilan dari perusahaan tersebut.
"Saya usah daftar, tapi enggak dipanggil-panggil udah tiga bulan ga dipanggil. temen-temen sih udah pindah duluan, mungkin mentok di umur kali yah, karena yang dicari 50 tahun ke bawah," tutup Tejo.
(Angkasa Yudhistira)