"Hanya saja, ketika hendak menafsirkan ajaran agama, seseorang terikat dengan rujukan pokok agama itu, di antaranya berupa kitab suci," kata Palguna.
Penafsiran dinilai Mahkamah tidak dapat dilakukan sebebas-bebasnya atas dasar hak dan kebebasan individu untuk menjalankan agama dan keyakinan.
"Sebab, pada saat kebebasan menafsirkan agama dilakukan atau diserahkan secara bebas kepada masing-masing individu, maka kekacauan dalam menjalankan agama akan terjadi," kata Palguna membacakan pertimbangan Mahkamah.
Mahkamah juga menegaskan bahwa substansi permohonan a quo bukanlah persoalan Ahmadiyah, melainkan pengujian konstitusionalitas undang undang. "Hal ini penting ditegaskan karena permohonan a quo diajukan oleh para pemohon penganut Ahmadiyah," ujar Palguna.
Adapun substansi persoalan konstitusionalitas norma undang-undang yang dimohonkan pengujian berlaku terhadap setiap warga negara Indonesia.
(Salman Mardira)