JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusannya menegaskan bahwa anggota DPD sejak Pemilu 2019 dan pemilu-pemilu setelahnya tidak boleh diisi oleh pengurus partai politik. Putusan itu atas permohonan uji materi Pasal 182 huruf l UU Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu) dalam perkara Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang diajukan oleh seorang fungsionaris partai yang ingin mencalonkan diri sebagai anggota DPD.
Mahkamah dalam pertimbangannya mengakui bahwa ketentuan Pasal 182 huruf l UU Pemilu tidak tegas melarang anggota partai politik menjabat sebagai anggota DPD, meskipun putusan MK sebelumnya tetap menyebutkan bahwa anggota DPD tidak boleh diisi oleh anggota partai politik.
Sementara itu terkait dengan anggota partai politik yang sudah mendaftarkan diri sebagai anggota DPD ke KPU, Mahkamah meminta KPU untuk memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk tetap mencalonkan diri sebagai anggota DPD dengan syarat sudah menyatakan mengundurkan diri dari kepengurusan partai politik.
Pemohon merasa anggota DPD yang dijabat oleh fungsionaris partai politik akan mengalami konflik kepentingan di antara dua jabatan tersebut.
Putusan MK itu menuai protes dari DPD RI, seperti yang disampaikan Ketua DPD, Oesman Sapta Odang (OSO). Menurutnya, keputusan MK itu dikeluarkan tanpa adanya konsultasi dengan DPD selaku pihak terkait.
Oso yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hanura ini bahkan menganggap MK telah mengorbankan DPD dan juga KPU dalam amar putusannya. OSO menyesalkan MK yang mengabaikan kedudukan DPD yang juga bagian dari lembaga tinggi negara yang harus dihormati.