JAKARTA - Sel tahanan terpidana kasus korupsi mega proyek e-KTP Setya Novanto menjadi sorotan publik. Pasalnya kamar yang dihuni Setnov tersebut tergolong mewah. Hal ini terungkap setelah Ombudsman RI melakukan sidak ke Lapas Sukamiskin, Jawa Barat.
Pengamat Politik Pangi Syarwi Chaniago menilai bahwa untuk menghindari adanya hal tersebut terulang, Pemerintah diminta agar napi koruptor dipindah ke sel yang berada fi pulau terpencil agar terisolir dan jaringannya putus.

"Coba saja mereka dipindahkan ke pulau terpencil yang tidak ada sinyalnya. Supaya mereka (koruptor) ada efek jera," kata Pangi dalam diskusi 'Sel Mewah Setya Novanto' di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (19/9/2018).
Disisi lain, Pangi menyebut permasalahan fasilitas mewah di lapas kasus korupsi harus ditangani secara serius. Menurutnya, harus ada pengawasan dan pembenahan secara luas agar membuat jera para tahanan.
"Itikad adanya penjara untuk membuat efek jera tapi faktanya tidak. Kamar sel tahanan Novanto itu buktinya," tutur Pangi.
Menurut Pangi, tahanan saat ini seperti tidak punya beban menjalankan hukuman. Justru, kata dia, mereka dapat menambah jaringan dan bisnis makin tumbuh. Lapas Sukamiskin juga diisi oleh napi koruptor berkocek tebal. Mulai dari kepala daerah, anggota DPR, hingga hakim agung.
"Di dalam itu fasilitas juga lengkap, mewah, dan petugasnya bisa main mata, kongkalingkong, bisa diselesaikan lah dengan macam macam itu. Jadi saya melihat bosan, malas sudah gak ada itikad baik kita untuk menyelenggarakan korupsi ini, kaya gak serius aja dari dulu," paparnya.
Di kesempatan sama, pengamat anggaran Uchok S Khadafi mengungkapkan, munculnya fasilitas sel mewah di Sukamiskin muncul bukan anggaran pemerintah. Melainkan dari kocek pribadi napi koruptor.
"Karena tidak ada anggarannya, anggaran makan untuk napi saja terbatas," katanya.
Uchok merinci, untuk memberi makan napi dalam kurun waktu setahun memerlukan anggaran Rp 7 miliar. Namun jika anggaran sebesar itu hanya mampu memberi makan napi seadanya.
"Kalau kita bagi 1.062 tahanan di Kota Malang contohnya, maka pertahun itu dapat Rp 6,6 juta perorang dibagi 12, berati perbulan dapat Rp 500 ribu, 1 orang perhari bisa Rp 18 ribu," papar Uchok.
Uchok menuturkan napi koruptor memiliki keistimewaan dengan napi kriminal. Ini yang penyebab para napi korupsi tidak kapok meski telah di jatuhkan hukuman.
"Makannya saja lebih enak, negara tidak adil mengelola penjara padahal sama-sama di proses pengadilan," tutup dia.
(Angkasa Yudhistira)