JAKARTA - Upaya diplomasi untuk perlindungan hak-hak calon maupun tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri harus menjadi perhatian pemerintah. Pasalnya, hingga saat ini, cerita pilu mengenai nasib para pahlawan devisi ini tidak pernah usai. Sebab, tidak sedikit dari tenaga kerja wanita yang menjadi korban pelecehan seksual, tindakan kekerasan hingga meregang nyawa akibat perlakuan majikan yang kejam.
Di luar kasus kasus itu, persoalan TKI ilegal atau secara lebih halus di sebut TKI irregular juga belum terpecahkan sampai detik ini. Misalnya di Malaysia, dari data Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia, diperkirakan terdapat 2,7 juta warga negara Indonesia dan hampir separuhnya merupakan TKI nonprosedural atau tanpa dokumen resmi. Akibatnya, mereka secara hukum tidak terlindungi keberadaanya di negara jiran ini.
Farouk Abdullah Alwyni, Ketua Biro Pelayanan Luar Negeri dan Diplomasi Publik DPP PKS memberikan perhatian khusus terhadap persoalan TKI di Malaysia karena dari sisi jumlah paling banyak ketimbang di negara lainnya, seperti di Timur Tengah, Taiwan ataupun Hong Kong. Memang, bagi sebagian masyarakat kita, bekerja di luar lebih menjanjikan dengan gaji lebih besar sehingga bisa mengubah taraf hidup. Sementara di dalam negeri terdapat persoalan ekonomi dan keterbatasan lapangan pekerjaan yang semestinya menjadi tugas negara menyediakannya.
Sayang, sebagian TKI masuk ke Malaysia secara tidak resmi alias lewat jalur gelap (irregular), sedangkan yang lain mengalami berbagai persoalan ketika di Malaysia dan menjadi irregular. Meski sudah tinggal lama bahkan puluhan tahun, para TKI irregular ini nyatanya hidup tidak tenang dan dibayang-bayangi rasa ketakutan. Maklum, sewaktu waktu bisa dicokok aparat Malaysia bahkan bisa mendekam di penjara.
“Pada 13 September 2018 lalu, saya mendapatkan kesempatan untuk berkumpul bersama warga Indonesia yang tinggal di Penang. Pada kesempatan itu, saya banyak mendengar persoalan masyarakat kita di Penang,” ungkap Farouk yang saat ini tengah menyelesaikan studi doktoral riset (S-3) di Universiti Sains Malaysia, dalam keterangan tertulisnya kepada Okezone di Jakarta, Selasa (1/10/2018).