"Saya juga mendapat istri orang Malaysia dan kami 10 bersaudara, lima orang sudah menjadi warga negara Malaysia dan lima orang lainnya masih bertahan di Desa Gun Tembawang. Termasuk saya tetap memilih menjadi warga Indonesia. Karena NKRI bagi saya harga mati," tegas Marselius.
Walau demikian Marselius meminta kepada pemerintah baik daerah maupun pusat untuk lebih memperhatikan nasib masyarakat di daerah perbatasan. "Kami di sini minim akses pelayanan publik, seperti kesehatan, pendidikan dan pembangunan ekonomi. Sebagai anak bangsa ini kami merasa belum merdeka jauh dari kelayakan hidup," jelasnya.
Sementara bila ada warga yang sakit, maka mau tidak mau harus ke Malaysia untuk berobat. "Sekolah ke Malaysia, beli kebutuhan sehari-hari ke Malaysia semua kami di sini tergantung ke Malaysia. Saya sendiri hampir bosan untuk meminta pemerintah memperhatikan nasib kami," katanya.
Menurutnya, jalan yang ada kalau bukan karena TNI yang membangun maka sampai kapanpun Desa Gun Tembawang tidak memiliki akses jalan. Walau dengan kondisi seperti itu, hanya jalan itulah yang menjadi urat nadi bagi masyarakat.
