Qunun mengaku, ia juga khawatir akan dibunuh oleh keluarganya sendiri.
Dalam wawancara dengan kantor berita AFP, ia mengaku mengalami kekerasan fisik dan mental dari keluarganya, termasuk dikurung di kamar selama enam bulan karena memotong rambutnya.
Juru bicara keluarga Qunun, menyebut mereka tidak ingin berbicara kepada pers. Mereka mengklaim, saat ini hanya mempedulikan keselamatan putri mereka.
Jumat 11 Januari, Tak lama sebelum menutup akunnya, Qunun menulis di Twitter bahwa ia menerima berita baik dan buruk. Sejumlah koleganya yakin, Qunun menerima ancaman pembunuhan.
Pernahkah ini terjadi sebelumnya?
Ya. Kasus Qunun mengingatkan publik pada kejadian yang menimpa perempuan Saudi yang baru saja tiba di Australia, April 2017.
Dina Ali Lasloom dalam perjalanan dari Kuwait, lewat Filipina. Namun ia tertangkap dan dibawa kembali ke Saudi oleh keluarganya.
Perempuan 24 tahun itu menggunakan ponsel seorang turis Kanada untuk mengirim pesan video ke Twitter, bahwa ia terancam dibunuh oleh keluarganya.
Setelah kembali ke negaranya, nasib Lasloom tidak diketahui.
'Rahaf menginspirasi'
'Sara', perempuan Saudi yang berbicara pada BBC World Service
Qunun adalah pemberi inspirasi. Namun dia bukan yang pertama kali mengalami kondisi ini dan tentu saja bukan yang terakhir,
Yang kami hadapi sangatlah mengerikan. Kami memikirkan ini setiap hari karena perempuan di Saudi tak tahu rasanya keluar dari rumah. Kami tidak tahu arti kemerdekaan.
After all the publicity given to @rahaf84427714 spare a thought for other Saudi women who have not got out. https://t.co/RN56L6dbDk
— Jonathan Head (@pakhead) January 8, 2019
Ayah menahan paspor saya setiap saat. Saat kami pergi ke hotel, ayah meletakkan paspor saya di dekatnya.
Sayangnya, yang terjadi saat ini bukanlah revolusi. Setiap perempuan Saudi ingin berbicara tentang ini di Twitter, bahwa dia telah kabur atau menggunakan akun paslu seperti saya.
Beberapa orang mengirim pesan pada saya atau pesan langsung (DM) di Twitter, agar saya menggunakan identitas asli, agar saya berani.
Kami tidak ingin lagi berada di bawah perwalian laki-laki. Saya ingin keluar rumah, minum kopi di Starbucks. Saya tidak harus pergi bersama keluarga. Ini terlalu kejam bagi kami.
Hidup dalam situasi seperti ini sangatlah melelahkan.
(Salman Mardira)