JAKARTA – Calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto menyampaikan pidato kebangsaan di JCC Senayan, Jakarta, Senin 14 Januari 2019 malam. Dia membeberkan visi-misi, program, janji-janji serta menyorot berbagai masalah bangsa.
Di hadapan ribuan pendukungnya, Prabowo berorasi berapi-api setelah menyapa para tokoh oposisi dan pemimpin partai politik pendukung serta pengusungnya di Pilpres 2019.
Prabowo, di dampingi cawapresnya Sandiaga Uno, memulai pidatonya dengan sebuah sajak.
“Sajak ini ditemukan di kantung seorang perwira muda yang gugur dalam pertempuran di Banten pada tahun 1946,” kata Prabowo.
Lalu dia lanjut membaca sajak,
Kita tidak sendirian. Beribu-ribu orang bergantung pada kita. Rakyat yang tak pernah kita kenal. Rakyat yang mungkin tak akan pernah kita kenal. Tetapi apa yang kita lakukan sekarang akan menentukan apa yang terjadi kepada mereka.
Mulailah Prabowo berpidato;
Saudara-saudara sekalian,
Malam ini ribuan dari kita berkumpul di sini, dan puluhan juta terhubung ke ruangan ini dengan teknologi, karena 92 malam lagi kita akan bersama-sama menentukan masa depan bangsa Indonesia.
Karena sesungguhnya Pemilihan Umum ini bukan Pemilihan Umum-nya Prabowo, bukan Pemilihan Umum-nya Sandiaga Uno, tapi adalah Pemilihan Umum-nya bangsa Indonesia.
Karena itu, kemenangan yang dapat kita rebut di 17 April 2019 nanti bukan kemenangan Prabowo. Bukan kemenangan Sandiaga Uno. Tapi kemenangan bangsa Indonesia.
Atas dasar keyakinan ini, kami ingin agar seluruh masyarakat Indonesia mengerti betul apa yang akan kami perjuangkan selama lima tahun mendatang, jika kami dan partai-partai politik Koalisi Adil Makmur mendapat mandat rakyat pada Pemilihan Umum tanggal 17 April 2019 yang akan datang.
Kami juga ingin menyampaikan kepada saudara, apa-apa yang menjadi kegusaran kami, apaapa yang mendorong kami untuk terus berada di kancah politik, dan menawarkan diri kami untuk memimpin Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Saudara-saudara sekalian,
Beberapa waktu yang lalu, saya mendapat laporan, seorang buruh tani, seorang bapak, bernama pak Hardi di Desa Tawangharjo, Grobokan, meninggal dunia karena gantung diri di pohon jati di belakang rumahnya.
Almarhum gantung diri, meninggalkan isteri dan anak karena merasa tidak sanggup membayar utang, karena beban ekonomi yang ia pikul dirasa terlalu berat.
Selama beberapa tahun terakhir ini, saya mendapat laporan, ada belasan cerita tragis seperti almarhum Hardi ini.
Ada kisah seorang guru di Pekalongan gantung diri. Terakhir, tanggal 4 Januari lalu, ada ibu Sudarsi di Desa Watusigar, Gunungkidul gantung diri.
Ini kisah-kisah yang masuk berita. Yang tidak masuk berita mungkin lebih banyak lagi.
Saya juga baru datang dari Klaten. Di situ, petani-petani beras bersedih, karena saat mereka panen 2 bulan yang lalu, banjir beras dari luar negeri.
Saya juga baru-baru ini dari Jawa Timur. Di sana, banyak petani tebu yang mengeluh, karena saat mereka panen, banjir gula dari luar negeri.
Sementara itu, banyak ibu-ibu di mana-mana mengeluh, harga gula di Indonesia 2 sampai 3 kali lebih mahal dari rata-rata dunia. Padahal, dulu Nusantara pernah jadi eksportir gula.
Saudara-saudara sekalian,
Inikah negara yang dicita-citakan dan diperjuangkan oleh para pendiri bangsa Indonesia? Bung Karno dan bung Hatta, oleh bung Syahrir, oleh Jendral Sudirman, oleh K.H. Hasyim Ashari dan K.H. Wahid Hasyim? Oleh K.H. Agus Salim, oleh bung Tomo?
Negara yang banyak rumah sakitnya menolak pasien BPJS karena belum mendapat bayaran sekian bulan, yang rumah sakitnya dan terpaksa kurangi mutu layanan.
Negara yang 1 dari 3 anak balita nya mengalami gagal tumbuh karena kurang protein, karena ibunya juga kurang protein, kurang gizi selama masa mengandung.
Negara yang terus menambah utang untuk bayar utang, dan menambah utang untuk membayar kebutuhan rutin pemerintahan yaitu membayar gaji pegawai negeri.
Negara yang membiarkan kondisi keuangan BUMN-BUMN utama kita dalam kondisi sulit. Garuda, pembawa bendera Indonesia, perusahaan yang lahir dalam perang kemerdekaan, rugi besar.
Pertamina, perusahaan penopang pembangunan Republik Indonesia, sekarang dalam kesulitan. Demikian juga PLN, demikian Krakatau Steel. Jika pun ada BUMN yang untung, untungnya tidak seberapa.
Negara yang ada warganya yang tinggal hanya 3 jam dari Istana Negara, tidak mampu berangkat sekolah karena sudah 2 hari tidak makan.
Negara yang beberapa waktu yang lalu panik karena puluhan anak-anak di Kabupaten Asmat meninggal karena kelaparan, karena pejabat-pejabat Pemerintahnya tidak hadir untuk membantu mereka yang paling membutuhkan.