JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M Syarief menjelaskan peran Anggota Komisi XI DPR, M Romahurmuziy (Romi) dalam kasus dugaan suap jual-beli jabatan di Kementeriaan Agama (Kemenag). Sebab, tupoksi Romi di Komisi XI DPR tidak ada kaitannya dengan Kemenag.
"Betul tidak ada hubungannya langsung kalau dilihat tupoksinya. Tapi kalau dilihat beberapa kasus yang pernah disidik dan dituntut KPK, memang kadang tupoksi di Kementeriaan itu tidak selalu berhubungan langsung dengan apa yang dikerjakan," kata Syarief di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Sabtu (16/3/2019).
KPK menduga dalam kasus ini peran Romahurmuziy lebih kepada sebagai Ketua Umum Partai Persatuan dan Pembangunan (PPP). Dimana, Kementeriaan Agama yang dipimpin oleh Lukman Hakim Saefuddin merupakan kader dari PPP. Oleh karenanya, Syarief menyebut kasus ini kental dengan aroma kepartaian.
"Saya pikir dalam kasus yang ini, yang kental ini adalah hubungan kepartaian," terangnya.

Baca Juga: OTT Romahurmuziy, Jokowi Disebut Tak Akan Tebang Pilih
Sebelumnya, KPK menduga ada petinggi Kemenag Pusat yang ikut menerima suap bersama-sama Romi. Romi merupakan tersangka penerima suap dalam kasus dugaan suap jual-beli jabatan di Kementeriaan Agama (Kemenag).
"Dalam perkara ini, RMY (Romi) bersama-sama dengan pihak Kementeriaan Agama RI menerima suap untuk mempengaruhi hasil seleksi jabatan pimpinan tinggi di Kemenag," ungkap Syarief.
Diduga, terdapat petinggi Kemenag Pusat yang ikut membantu Romi mempengaruhi hasil seleksi jabatan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik kepada Muhammad Muafaq Wirahadi dan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag Provinsi Jawa Timur (Jatim) untuk Haris Hasanuddin.
Baca Juga: KPK Sita Rp120 Juta dari Tangan Asisten Ketum PPP Romi saat OTT
Tim satgas KPK sendiri telah melakukan penyegelan terhadap sejumlah ruang kerja di Kemenag. Ada dua ruangan yang disegel yakni ruang kerja Menteri Agama (Menag), Lukman Hakim Saefuddin dan ruang kerja Nur Kholis.
Kedua ruang kerja tersebut disegel pada sore kemarin. Penyegelan terhadap dua ruang kerja di Kemenag tersebut berkaitan dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) Ketum PPP, Romahurmuziy.
Syarief menjelaskan, penyegelan terkait ruang kerja Menag dan Sekjen Kemenag karena diduga terdapat bukti-bukti untuk mengembangkan kasus ini.
"Karena kita menduga, tim penyidik dan penyelidik menduga di dalam situ ada bukti-bukti yang bisa terus mendukung ungkap kasus secara tuntas," terangnya.
Romi ditetapkan tersangka bersama dua orang lainnya yakni, Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin. Keduanya diduga sebagai pemberi suap terhadap Romi.

Dalam perkara ini, Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin diduga telah menyuap Romi untuk mengurus proses lolos seleksi jabatan di Kemenag. Adapun, Muhammad Muafaq mendaftar untuk posisi Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik. Sedangkan Haris, mendaftar sebagai Kakanwil Kemenag Provinsi Jatim.
Untuk memuluskan proses seleksi jabatan tersebut, Muafaq dan Haris mendatangi kediaman Romi dan menyerahkan uang sebesar Rp250 juta pada 6 Februari 2019, sesuai dengan komitmen sebelumnya. Saat itu, KPK menduga telah terjadi pemberian suap tahap pertama.
Kemudian, pada pertengahan Februari 2019, pihak Kemenag menerima informasi bahwa nama Haris Hasanuddin tidak diusulkan ke Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saefuddin. Sebab, Haris diduga pernah mendapatkan hukuman disiplin.
KPK menduga telah terjadi kerjasama antara pihak-pihak tertentu untuk tetap meloloskan Haris Hasanuddin sebagai Kakanwil Kemenag Provinsi Jatim.
Selanjutnya, Haris Hasanuddin dilantik oleh Menag sebagai Kakanwil Kemenag Jatim pada awal Maret 2019. Setelah Haris lolos seleksi dan menjabat Kakanwil Kemenag Jatim, Muafaq meminta bantuan kepada Haris untuk dipertemukan dengan Romi.
Pada tanggal 15 Maret 2019, Muafaq, Haris, dan Calon Anggota DPRD Kabupaten Gresik dari PPP, Abdul Wahab menemui Romi untuk menyerahkan uang Rp50 juta terkait kepentingan jabatan Muafaq.
Sebagai pihak yang diduga penerima suap, Romi disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b ayat (1) atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai pihak yang diduga pemberi suap, Muafaq dan Haris disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Terhadap Muafaq, KPK mengenakan Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Edi Hidayat)