Dengan demikian, protes Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menurut Eddy sudah tepat jika diarahkan kepada tindakan penumburan itu. Tindakan KRI Tjiptadi-381 yang lebih menahan diri juga menurutnya sudah tepat karena berdasarkan hukum internasional, khususnya pada kasus Guyana versus Suriname (dalam forum Arbitral Tribunal UNCLOS pada tahun 2004), penggunaan use of force hanya dapat dibenarkan jika memenuhi tiga syarat yaitu tidak terhindarkan, kewajaran (reasonableness) dan keharusan (necessity).
"Pemerintah RI sebaiknya memiliki standard pedoman bersama di wilayah tumpang tindih klaim seperti ini, sehingga penegakan hukumnya tidak selalu disamakan dengan wilayah ZEE lainnya yang sudah jelas," tuturnya.
UNCLOS 1982 lanjut Eddy, sebenarnya mengharuskan dibuatnya provisional arrangement atau pengaturan sementara berdasarkan Pasal 74 di wilayah perairan yang belum disepakati batas ZEE-nya.
"Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya insiden-insiden seperti di perbatasan Vietnam tanggal 27 April 2019 dan di perbatasan Malaysia pada tanggal 3 April 2019," ujar Eddy.
(Rizka Diputra)