Naeni menuturkan, gerakan Islam eksklusif tersebut berupaya menguasai posisi-posisi seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di level universitas, fakultas, jurusan hingga masjid kampus. Mereka juga disebut melakukan pembinaan semacam pesantren berbasis kontrakan atau kost.
"Di arena-arena tersebutlah transmisi ideologi berlangsung dan dijaga kesinambungannya demi lancarnya kaderisasi," terang dia.

Atas merebaknya paham keagamaan tersebut, kampus memiliki respons yang beragam. Misalnya saja merekrut dosen Pendidikan Agama Islam (PAI) dari kalangan moderat seperti kalangan NU dan Muhammadiyah. Lalu ada pula yang merombak struktur kepengurusan takmir masjid, hingga reposisi pejabat di tingkat dekanat, khususnya di bidang kemahasiswaan.
"Ada juga kampus yang menyelenggarakan shalawat dan kegiatan yang diisi tokoh moderat, pembentukan pusat anti radikalisme dan kajian Pancasila, pengetatan kualifikasi kepengurusan lembaga mahasiswa, hingga pesantren bagi mahasiswa baru yang tidak lulus tes baca tulis Alquran," pungkas Naeni.
(Awaludin)