Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Kuasa Hukum Baiq Nuril "Berkejaran dengan Waktu" Ajukan Amnesti ke Jokowi

Agregasi BBC Indonesia , Jurnalis-Senin, 08 Juli 2019 |08:35 WIB
Kuasa Hukum Baiq Nuril
Warga menggelar aksi dukungan untuk Baiq Nuril pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor di Solo, Jateng, Minggu (7/7/2019). (Antara Foto/Maulana Surya)
A
A
A

Koalisi masyarakat sipil #SaveIbuNuril memandang sudah jelas putusan ini akan mematikan upaya untuk mendorong korban kekerasan seksual berani berbicara dan bertindak atas kekerasan yang dialaminya.

Baiq Nuril (AFP)

Semestinya, korban kekerasan seksual harus diberikan ruang yang aman untuk berbicara, menyampaikan kasusnya, dan memperoleh keadilan atas apa yang terjadi kepadanya.

Maidina Rahmawati dari ICJR yang juga tergabung dalam koalisi tersebut mendesak Presiden Joko Widodo untuk memberikan amnesti kepada Baiq Nuril.

"Amnesti, negara declare bahwa di proses hukum ini negara melakukan kesalahan. Kita maunya kayagitu karena bu Nuril korban, penerapan pasalnya salah, dan secara hukum acara pidana tidak terpenuhi," ujarnya.

"Kalau memang komitmennya perlindungan korban ya harusnya presiden bisa memberikan amnesti langsung tanpa harus mengajukan permohonam," tegasnya.

Amnesti atau grasi?

Selain amnesti, grasi dipandang sebagai cara lain bagi Nuril untuk terjerat dari kasus hukum.

Namun, menurut Maidina, seseorang yang mendapatkan grasi dari presiden ialah orang yang bersalah, namun memohon pengampunan kepada kepala negara.

Baiq dihukum dengan enam bulan penjara dan denda Rp500 juta — tapi eksekusinya ditunda oleh kejaksaan. (ANTARA FOTO)

"Kenapa minta amnesti karena amnesti itu nggak perlu diajukan dan bedanya dengan grasi, kalau grasi kita mengaku kita salah, dan kita mengajukan permohonan maaf kepada presiden," ujarnya.

Dalam grasi, kata Maidina, tindak pidana atau kesalahan orang itu tidak hilang tetapi pelaksanaan pidana seperti hukuman penjaranya saja yang diampuni.

Sementara amnesti merupakan pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindak pidana tertentu.

Pasal 4 UU No. 11 Tahun 1954 tentang Amnesti menyebutkan akibat dari pemberian amnesti adalah semua akibat hukum pidana terhadap orang-orang yang diberikan amnesti dihapuskan.

Diakui Maidina, secara historis amnesti diberikan kepada terpidana kasus politik, namun menurutnya, tidak ada "undang-undang yang mengatur tentang batasan pemberian amnesti itu sendiri."

"Kalau presiden mau pertimbangkan itu ke Kementerian Hukum dan HAM, Jaksa Agung dan Polhukam, itu boleh saja, tapi balik lagi, amnesti itu kewenangan presiden. Kan presiden punya komitmen untuk perlindungan perempuan, tunjukkan komitmennya ini," cetus Maidina.

(Erha Aprili Ramadhoni)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement