Sebelumnya, hakim kasasi Mahkamah Agung menyatakan Nuril bersalah atas sangkaan "mendistribusikan atau mentransmisikan konten kesusilaan" yang tertera dalam pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Putusan MA ini membatalkan vonis yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Kota Mataram pada Juli tahun lalu yang menyatakan Baiq Nuril tidak bersalah dan dia dibebaskan dari status tahanan kota.
Namun, pegiat Institute for Criminal Justice Reform, ICJR, Maidina Rahmawati, mempertanyakan putusan MA, yang menurutnya sebagai kriminalisasi atas apa yang dilakukan oleh Baiq Nuril, yakni merekam percakapan kepala sekolahnya yang dia tuding bernada mesum.
"Dalam hal ini bu Nuril jelas dia mau melindungi diri sendiri dari tindakan yang dilakukan kepala sekolahnya. Itu kan sebetulnya itu modal dia untuk membuktikan diri sebagai korban," ujar Maidina.
Dia memandang putusan ini bisa jadi preseden buruk bagi para korban kerasan seksual.
"Kalau tindakan perekaman itu menurut MA sampai tingkat PK sebagai tindakan yang ilegal, nantinya itu akan jadi preseden buruk bagi korban-korban kekerasan seksual yang ingin membuktikan bahwa dia adalah korban," kata Maidina.
Perlindungan hakim terhadap perempuan korban pelecehan seksual pun dipertanyakan Maidina.
Sebab dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perempuan Berhadapan dengan Hukum, yang menjelaskan dalam pemeriksaan perkara, hakim diminta mempertimbangkan beberapa aspek kesetaraan gender dan nondiskriminasi dalam proses identifikasi fakta persidangan
"Dia harus melihat apakah dia benar-benar pelaku, apakah ada relasi kuasa yang menyebabkan perempuan sebagai pelaku," kata Maidina.

Korban kekerasan seksual akan takut melapor
Pertimbangan bahwa kasus ini akan membuat membuat korban menjadi takut untuk melaporkan kekerasan seksual yang terjadi terhadapnya, menjadi salah satu alasan tim kuasa hukum Baiq Nuril dalam pengajuan amnesti.
"Kami melihatnya bahwa kalau kasus ini tetap berjalan seperti sekarang ini, ini menjadikan korban-korban menjadi takut untuk melaporkan," ujar Joko.
"Ketika korban sudah tidak mau melaporkan akan terjadi impunitas terhadap pelaku-pelaku tindak kekerasan seksual," imbuhnya.