Apa Saja Peluang yang Dimiliki Gerindra?
Menurut Aisah, Gerindra, memiliki opsi sebagai oposisi murni maupun masuk sepenuhnya dalam koalisi Jokowi, meski kemungkinannya kecil. Tetapi, Aisah menyebut ada opsi ketiga yang paling mungkin dilakukan Gerindra, yaitu kohabitasi atau yang biasa disebut "politik kumpul kebo", jadi Gerindra masuk dalam koalisi tapi tetap menjadi oposisi.
Ia menjelaskan, istilah kohabitasi sering dipakai negara semipresidensial, di mana presiden dan perdana menterinya berasal dari partai yang tidak menguasai mayoritas parlemen. Lalu, terbentuklah koalisi yang diisi juga oleh partai oposisi, sebagaimana berlaku di Prancis, Finlandia, dan Polandia.
Baca juga: Megawati Akui Lakukan "Politik Nasi Goreng" kepada Prabowo
Dalam skema ini, kata Aisah, kader-kader dari Gerindra dapat diberikan posisi strategis dalam pemerintahan atau posisi politik, seperti ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
"Jabatan-jabatan penting ini bisa memberikan track record terhadap kinerja politiknya selama lima tahun mendatang dan ini bisa menjadi bekal (Gerindra) untuk Pemilu 2024," kata Aisah.

Menurut dia, posisi tersebut lebih menjanjikan dibandingkan menjadi oposisi murni.
"Posisi oposisi enggak akan selalu menguntungkan partai politik, karena ketika dia menjadi oposisi, dia tidak akan punya pengaruh langsung terhadap pembuatan kebijakan dan program-program yang berdampak langsung ke publik," ujarnya.
Baca juga: Megawati: Tak Ada Koalisi dan Tak Ada Oposisi
Di sisi lain, terang Aisah, pemerintahan Jokowi akan teruntungkan karena Gerindra memiliki suara terbanyak kedua di parlemen dan memiliki basis pendukung yang kuat.
Hal itu, lanjut dia, akan membuat pemerintahannya dapat berjalan dengan lebih efektif dan pembahasan anggaran di parlemen juga menjadi lebih mudah.
Kader Partai Gerindra, Andre Rosiade, mengatakan pihaknya belum memutuskan hal tersebut. "Sepenuhnya keputusan akan diambil Pak Prabowo. Kami semua kader akan tegak lurus bersama Pak Prabowo," tegasnya.