BENGKULU - Tahun 2019, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memperingati dirgahayu ke 74, 17 Agustus, tepatnya. Di balik kemerdekaan NKRI yang telah memasuki lebih dari 7 dasawarsa ini terdapat sosok perempuan kelahiran provinsi Bengkulu.
Fatmawati, namanya. Sosok perempuan kelahiran, Bengkulu, 5 Februari 1923 ini merupakan sosok penjahit sang saka merah putih untuk dikibarkan pada 17 Agustus 1945. Pasca-pembacaan proklamasi yang dibacakan, Presiden Soekarno di Jakarta.
Anak tunggal dari pasangan suami istri (Pasutri) H Hasan Din dan Siti Khadijah ini adalah istri presiden pertama, Soekarno. Perempuan yang mendapatkan bintang kehormatan Maha Putra Adi Pradana, 1995 dipersunting Soekarno pada 1943.
''Awal mulanya bertemu dengan Bung Karno, saat Bung Karno diasingkan di Bengkulu. Rumah pengasingan Bung Karno, itu pada tahun 1938 - 1942. Bung Karno juga pernah mengajar di sekolah Muhammadiyah. Dari situ Bung Karno kenal dengan Fatmawati. Mereka menikah di Bengkulu,'' sampai Marwan Amanudin (70), sepupu dari Fatmawati, dari pihak bapak dua beradik, ketika ditemui Okezone.

Usai menikah, ibu dari lima orang anak itu langsung di boyong ke Jakarta, untuk mendampingi sang suami, Soekarno. Sejak itu perempuan yang sempat menjabat sebagai pelindung/penasehat kowani (Konres Wanita Indonesia) ini aktif dalam perjuangan kemerdekaan RI.
Menjahit bendera pusaka Merah Putih, misalnya. Tidak hanya itu, istri Proklamator Kemerdekaan RI 1945 ini ikut serta dalam menghadiri sidang Dokutsu Zyunbi Tyoosakai. Lalu, dia juga ikut dalam memberikan bantuan berupa beras kepada para istri prajurit.
Sosok perempuan yang sempat menjabat pelindung/penasehat perwari (persatuan wanita Indonesia) ini ikut menderita bersama bayi-nya Guntur Soekarno Putra. Saat itu dia ikut di culik pemuda untuk di bawa ke rengas dengklok, pukul 03.01 WIB dini hari pada 16 Agustus 1945.
Perjalanan hidup sosok Fatmawati cukup banyak aral melintang yang dihadapi. Di mana selama 1945 hingga 1946, dia sering berpindah-pindah tempat. Bahkan, dia sering bersembunyi dan menyamar. Sebab, saat itu di Jakarta sedang tidak aman lantaran telah diduduki pasukan NICA Belanda.

Perjuangan sosok ibu negara pertama RI ini membuat dia banyak terlibat dalam kemerdekaan. Saat itu, dia juga sempat mengirim perbekalan untuk para pejuang di Front yang sedang grilya. Mulai dari makaaan, pakaian bahkan peluru, (30 tahun indonesia merdeka 1985:139).
''Ibu Fatmawati menjahit sang saka merah putih, ketika malam 17 Agustus 1945, di Jakarta,'' kata Marwan.
Kesetiaan dan ketangguhan sosok Fatmawati dalam perjuangan membela dan meningkatkan derajat wanita pun tak lepas ketika dia menjadi Ibu Negara RI. Menghadiri detik-detik proklamasi 17 Agustus 1945, bersama-sama dengan nyonya S.K Trimurti sebagai unsur wanita.
Fatmawati juga selalu menjadi penasehat dan pelindung setiap organisasi wanita. Mulai dari Kowani, Kowari dan Persit. Bahkan, dia sebagai perempuan yang konsekwen dan konsisten dalam membela hak-hak wanita.
Hal tersebut terlihat dan tercermin dalam sikap-nya antipoligami. Di mana pada masa orde baru sikap ini dapat melindungi para istri pegawai negeri dengan lahirnya PP. 10. Almarhumah juga gigih memperjuangkan berdirinya gedung wanita pertama di Indonesia, yang terletak di jalan Diponegoro, Jakarta.

''Peran almarhumah sangat menonjol dalam upaya membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pendidikan, kesehatan anak terlantar, penyandang cacat sehingga almarhumah memprakarsai pendirian perguruan cikini, yayasan penderita anak cacat (YPAC), pendiri yayasan rumah sakit ''Fatmawati'','' jelas Marwan.
Peran sosok perempuan kelahiran provinsi berjuluk ''Bumi Rafflesia'' juga andil dalam memperjuangkan agar dokumen, barang dan arsip pemerintah RI yang dirampas Belanda, kisaran tahun 1945 hingga 1950 di Jakarta dan di Yogyakarta, dapat dikembalikan ke Indonesia.
Perempuan yang juga sempat menjabat sebagai pelindung/penasehat Nasional Woman's Internasional Club (WICC) ini turut aktif dalam dalam rangka pemberantasan buka aksara, serta sebagai sponsor berdirinya organisasi ''sekato'' di Jakarta.
Bahkan, anak dari tokoh Muhammadiyah ini mengunjungi dan memberikan santunan kepada panti asuhan pada bulan puasa dan pada perayaan hari ibu. Tradisi ini pun hingga saat ini masih tetap berlanjut.
Sebagai Ibu Negara almarhumah, selalu memperkenalkan wajah Indonesia beserta budaya-nya kepada negara-negara sahabat. Caranya, menampilkan hal-hal yang merupakan ciri khas budaya Indonesia. Seperti, makanan, tarian dan penataan ruangan pada saat diadakan jamuan kenegaraan.
Putri teladan dari Bengkulu ini semasa remaja-nya dihabiskan di Bengkulu dalam suasana perjuangan perintis kemerdekaan. Dia pindah ke Jakarta dalam revolusi fisik. Di mana sosok Fatmawati, sebagai perempuan yang teguh iman-nya dan orang yang penyabar dalam menghadapi segala cobaan serta mempunyai prinsip dengan pengabdian yang tulus kepada suami.
''Almarhumah wafat pada 14 mei 1980, di Kuala Lumpur, Malaysia. Jenazahnya dimakamkan di perkuburan Karet Jakarta. Pemerintah RI menganugerahkan Bintang Maha Putra Adi Pradana pada tanggal 10 November 1995,'' kata Marwan.