DAMASKUS – Kakak perempuan dari mantan pemimpin kelompok Negara Islam (IS) Abu Bakar al Baghdadi telah ditangkap di Suriah utara, kata pejabat Turki.
Perempuan berusia 65 tahun itu, bernama Rasmiya Awad, ditahan dalam serangan pada Senin (4/11) di dekat kota Azaz, kata para pejabat mengutip BBC, Selasa (5/11/2019).
Pejabat Turki, yang dikutip oleh beberapa media, mengatakan penangkapan itu bisa menghasilkan informasi berharga tentang IS.
Baghdadi bunuh diri dalam serangan pasukan khusus AS di kediamannya di Suriah barat laut pada bulan lalu.
Kematiannya dipuji sebagai kemenangan bagi Presiden AS Donald Trump, tetapi para kritikus berpendapat bahwa IS tetap menjadi ancaman keamanan di Suriah dan di tempat lain.
Baca juga: Abu Bakr al Baghdadi Tewas, ISIS Peringatkan Amerika Serikat Waspada Serangan Balasan
Baca juga: Celana Dalam Jadi Kunci Pengungkapan Identitas Pemimpin ISIS Abu Bakr al Baghdadi
Seorang pejabat Turki mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa penangkapan kakak perempuan Baghdadi dapat membantu menjelaskan "cara kerja ISIS".
Baghdadi memiliki lima saudara lelaki dan beberapa saudara perempuan, meskipun tidak jelas apakah mereka semua masih hidup, lapor New York Times.
Penangkapan itu dilaporkan dilakukan di provinsi Aleppo, yang dikendalikan oleh Turki setelah melancarkan serangan di daerah itu bulan lalu.
Awad ditemukan di sebuah trailer, di mana dia tinggal bersama suaminya, menantu perempuan dan lima anak, seorang pejabat Turki mengatakan kepada kantor berita AP, menambahkan bahwa dia sedang diinterogasi karena dicurigai terlibat dengan kelompok ekstremis.
Pejabat itu mengatakan bahwa Awad bisa menjadi "tambang emas" intelijen.
Para ahli mengatakan tidak jelas berapa banyak kecerdasan yang berguna yang dapat diberikan oleh Awad, atau berapa banyak waktu yang dihabiskannya dengan Baghdadi.
"Saya tidak berpikir dia akan mengetahui rahasia rencana serangan yang akan segera terjadi, tetapi dia mungkin tahu rute penyelundupan. Dia mungkin tahu jaringan yang dipercaya Baghdadi, orang-orang yang dia percayai, jaringan di Irak yang membantunya memfasilitasi perjalanannya sendiri dan keluarganya," kata Mike Pregent, seorang pakar anti terorisme di Institut Hudson, mengatakan kepada BBC World News.