SUKOHARJO - Dua belas tahun sudah, tepatnya 2 Februari 2009, Suradi menghidupkan kembali Kraton Pajang, di Dukuh Pesanggrahan, Kelurahan Makamhaji, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
Hadirnya kembali Kasultanan Pajang di tengah-tengah Kraton Kasunanan dan Pura Mangkunegaran kala itu, menjadi cibiran dari banyak pihak.
Apalagi kemudian Suradi yang semula berprofesi sebagai seorang kontraktor diangkat menjadi Sultan dengan gelar Sultan Prabu Hadiwijaya Khalifatullah IV.
Lantas bagaimana kisah Suradi yang semula berprofesi sebagai seorang kontraktor bisa mendaulatkan diri menjadi seorang Sultan Kasultanan Pajang?
Untuk mengetahui kisahnya, Okezone tiba di kediaman Suradi yang dijadikan sebagai pusat dari Kraton Pajang. Di tengah suasana sepi, terlihat tiga orang tengah duduk santai sambil berbincang satu dengan yang lain di samping pohon beringin.
Begitu melihat Okezone, mereka tahu yang datang adalah media. Tanpa harus mengetahui maksud kedatangan, mereka meminta untuk menunggu Suradi yang tengah keluar rumah.
"Tunggu saja dulu di sini, Sinuhun lagi keluar. Beliau lagi ke tempat pembuatan Kijing (batu nisan) didekat terminal Tirtonadi,"papar salah satu warga yang saat itu ada disitu, Sabtu 18 Januari 2020.
Sambil menunggu kedatangan Suradi, Okezone pun melihat lihat halaman rumah Suradi yang dijadikan pusat Kraton Pajang.
Cukup luas juga halamannya. Di tengah halaman terdapat sebuah masjid bernama Suro Jiwan yang dijadikan masjid Agung Kasultanan Pajang.
Di samping masjid, terdapat dua buah beringin kembar, ciri khas dari sebuah Kraton. Di belakangnua terdapat sebuah pemandian yang biasa disebut Sendang Panguripan.
Saat Okezone tengah asik melihat halaman rumah yang dijadikan pusat dari Kraton Pajang, Suradi pun datang dengan menggunakan sepeda motor.
Kepada Okezone, Suradi mengatakan kalau dirinya tengah melihat batu Nisan yang dipesannya. Saat ditanya, untuk siapa batu Nissan tersebut, Suradi pun menjawab bila batu nisan itu sengaja dipesan untuk dirinya sendiri.
"Itu buat saya sendiri. Persiapan, namannya manusia, sewaktu-waktu meninggal. Jadi kalau sekarang buatnya, saya bisa tahu, ini cocok apa tidak. Jangan sampai nanti merepotkan yang masih hidup," terang Suradi.