BOYOLALI – Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali memperketat pengawasan distribusi ternak sapi dari luar daerah. Hal itu sebagai bentuk kewaspadaan terkait kasus antraks yang terjadi di wilayah Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Untuk sapi yang berada di wilayah Gunungkidul, Pacitan, dan Wonogiri bisa dipantau secara ketat. Harapannya jika sapi ternak yang masuk ke Boyolali terkena antraks bisa diketahui secara cepat," kata Kepala Disnakkan Boyolali Bambang Purwadi, Senin 20 Januari 2020, mengutip dari Solopos.com.
Baca juga: Kabupaten Gunungkidul Umumkan Waspada Antraks
Upaya pencegahan penyebaran penyakit hewan yang bisa menular kepada manusia tersebut terus dilakukan. Pasalnya, virus antraks dinilai membahayakan manusia.
"Setiap tahun kami lakukan vaksinasi kepada sapi-sapi yang ada di Boyolali. Setidaknya Disnakan Boyolali menyiapkan 3.000–6.000 vaksin antraks untuk ternak di Boyolali setiap tahun secara gratis," kata dia.
Baca juga: Gunungkidul KLB Antraks, Warga Jateng dan Jatim Diminta Waspada
Bambang menambahkan, pihaknya juga rutin mengambil sampel tanah di tempat penguburan hewan mati terjangkit antraks. Pengambilan sampel tanah juga dilakukan di tempat penyembelihan ternak.
"Selanjutnya sampel dibawa ke laboratorium di Wates, Kulonprogo," kata dia.
Selain itu, Disnakan juga rutin menggelar sosialisasi dan edukasi untuk pedagang ternak sapi.
"Masyarakat harus mengetahui ciri–ciri jika terkena penyakit antrak. Jika kulit di bagian tangan dan punggung merasakan seperti luka bakar, segeralah periksa ke dokter/puskesmas. Di Kabupaten Boyolali sendiri pernah terjangkit antraks pada 2011. Beruntung hingga kini kasus serupa tidak terjadi lagi di Boyolali. Namun demikian, upaya pengawasan jangan sampai lengah," kata dia.
Baca juga: Pemerintah Sebut Ada Tiga Cara Antraks Menyebar ke Tubuh Manusia
Disnakan, lanjut dia, juga menyediakan dana khusus pengganti hewan ternak yang mati mendadak, utamanya ternak kambing dan sapi. Pemberian bantuan sosial juga bertujuan agar ternak yang diduga mati akibat antraks tersebut tidak dijual.
"Sebab, ini sangat membahayakan. Selain bisa menular ke hewan lain, juga bisa menular kepada manusia. Jadi, kami siapkan dana pengganti," kata dia.
Baca juga: Sejarah Antraks di Indonesia
(Hantoro)