PADANG - Zulia Yandani seorang wartawan berita radio di Kota Padang mungkin sudah tidak asing lagi bagi rekan-rekan seprofesinya di Kota Padang, Sumatera Barat.
Bencana-bencana sudah makanan empuk baginya, apalagi Sumatera Barat merupakan "supermarket" bencana, mulai dari gempa, tsunami, banjir bandang, longsor, angin puting beliung, kebakaran hutan, gunung meletus sudah menjadi sarang di daerah andalas ini.
Sejak tahun 2007 sampai saat ini beberapa bencana juga sudah menjadi liputannya meski ada liputan lain yang dilakukan. Mulai gempa patahan sesar semangka Sumatera pada 2007 di Kabupaten Solok, gempa 30 September 2009 di Sumbar dan gempa dan tsunami 25 Oktober 2010 di Mentawai.
“Namun sebanyak itu liputan bencana baru terasa berat dirasakan tsunami Mentawai, transportasi kesana sulit, saat itu masih ada kapal kayu, infonya susah cari sinyal telepon, awalnya tidak ada informasi tsunami, dimana saat itu kami latihan gempa dan tsunami, kemudian kami tanya BPBD Sumbar mereka bilang tidak ada itu tsunami, tiba-tiba muncul laporan 24 orang meninggal karena tsunami dan info tersebut bertambah korban bencana,” ujarnya pada Okezone, Sabtu (8/2/2019).
Untuk menuju ke Mentawai kata Lia, panggilan akrab Zulia Yandani, sangat susah, dua hari setelah bencana gempa dan tsunami di Mentawai itu baru bisa numpang dengan kapal perang milik TNI AL.

“Akses kesana susah, akhirnya memakai kapal perang makan tidak jelas, kami bawa roti tawar kemudian dikempeskan biar kecil, kami bertiga ada Mario dan Arya, saat itu saya masih di Kantor Berita Radio 68 H, roti panjang satu meter kemudian dikempeskan jadi kecil untuk stok makanan,” tuturnya.
Saat itu Arya juga bawah peralatan kemping, sesampai di Mentawai di Kecamatan Sikakap pada saat sampai di tempat tersebut ternyata susah untuk menginap, numpang dimana tenda terbatas, makanan tidak ada.