Untuk mengakses ke lokasi tsunami yang berjarak berjam-jam tempuh dengan perahu, bagi Lia perahu siapapun yang pergi ke lokasi mereka menumpang, baik itu perahu relawan, polisi dan dokter mereka menumpang.
Ada peristiwa yang membuat Lia sangat tegang, saat itu Lia menumpang perahu dokter Tatik yang pulang menjemput pasien terkena tsunamim, badannya luka-luka dan itu sudah beberapa hari, saat itu kondisi pasien sangat gawat, kondisi badannya sudah panas.
“Kami ikut disitu, rasa mau mati ombak laut tinggi-tinggi, kami hanya bisa ngucap saja di atas kapal itu, air mata sudah menahan-nahan melihat kondisi pasien yang kritis dan dibawah ke gereja di Sikakap sebagai rumah sakit darurat, itu rasanya kita tidak bisa bantu dalam keadaan darurat," ungkapnya.
"Seandainya saya dokter kita bisa bantu tapi saya bukan dokter jadi tidak bisa bantu, disaat itu tidak ada melihat jenis kelamin lagi, mau perempuan atau laki-laki, maupun agama semuanya kemanusiaan, besok paginya kami datangi lagi gereja itu melihat kondisi pasien yang dievakuasi dokter tersebut ternyata sudah mulai bernapas baik dan kami lega,” tuturnya.
Pernah juga Lia ke lokasi bencana itu memakai kendaraan roda dua, jadi bisa jalur laut bisa juga jalur darat tapi jalanya rusak parah. “Saat itu kami lewat pantai kemudian putus tali rantai motor, bengkel tidak ada harus bisa membengkel sendiri motor tersebut, rantai diperbaiki akhirnya liputan tetap berlanjut,” ujarnya.