Selain itu, kata Syiafril, dalam prosesi ini keluarga pewaris tabut menggunakan protokol kesehatan. Mulai dari menggunakan masker, tidak terlalu ramai, tidak berkerumun dan mencuci tangan.
''Prosesi ini tetap dilakukan. Kalau tidak digelar artinya akan padam. Ini jangan sampai padam. Walaupun sederhana tetap ada. Tradisi ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu,'' kata Syiafril, saat ditemui usai prosesi pengambilan tanah, Rabu (19/8/2020), malam.
Tahun ini, sampai Syiafril, dihalangi dengan covid-19. Sehingga prosesi yang dilakukan tidak terlalu ramai. Sebab jika terlalu ramai dikhawatirkan Covid-19 akan menyebar. Sebab, orang yang datang tidak diketahui berasal dari mana dan datang dari mana.
''Protap dalam prosesi pengambilan tanah tetap kami jalankan. Pakai masker, tidak terlalu banyak, selalu cuci tangan,'' sambung Syiafril.
Tradisi ini, jelas Syiafril, digelar secara turun menurun setiap tahun di bulan Muharram dilakukan masyarakat keluarga pewaris Tabut dengan menggelar upacara tradisional Tabut.
Hal ini untuk mengenang kisah kepahlawanan dan kematian cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib, dalam peperangan dengan pasukan Ubaidillah bin Zaid di padang Karbala, Irak pada 10 Muharram 61 Hijriah (681 M).
Istilah Tabut berasal dari kata Arab yang secara harafiah berarti "kotak kayu" atau "peti". Di mana, upacara ini dilaksanakan dari 1 sampai 10 Muharram (berdasar kalendar Islam) setiap tahun.
''Tradisi ini setiap tahun digelar secara turun menurun di bulan Muharram untuk mengenang kisah kepahlawanan dan kematian cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib,'' pungkas Syiafril.
(Arief Setyadi )