Kehadiran militer dilaporkan menguat. Di banyak lokasi strategis, tentara menggantikan polisi.
Di kota utama, Yangon, kendaraan lapis baja beroda delapan terlihat melintasi jalanan di jam-jam sibuk. Terkadang kendaraan tersebut dikelilingi oleh mobil-mobil yang menyampaikan penentangan terhadap kudeta dengan membunyikan klakson.
Sejumlah protes dipusatkan pada gedung bank sentral, kedutaan besar AS dan China, dan markas besar Liga Nasional untuk Demokrasi pimpinan Aung San Suu Kyi.
Ketika para demonstran berkumpul lagi di pusat kota Mandalay pada hari Senin (15/02), sejumlah laporan mengungkap pasukan keamanan menembakkan peluru karet untuk membubarkan massa.
Dalam rekaman yang diunggah di media sosial, terdengar suara yang tampak seperti tembakan saat kerumunan melarikan diri, dan beberapa orang kemudian terlihat mengalami luka-luka.
Seorang aktivis mahasiswa terkemuka yang telah bersembunyi, Myo Ko Ko, mengatakan kepada BBC mengapa dia dan sejumlah orang lainnya bersedia mempertaruhkan nyawa mereka.
"Kami sangat percaya pada demokrasi dan hak asasi manusia. Kami tahu itu berisiko," katanya.
"Saya harus pindah ke tempat lain hari demi hari karena razia polisi. Kami berharap masyarakat internasional membantu kami."
Para mahasiswa juga menjalankan protes di ibu kota, Nay Pyi Taw. Puluhan ditangkap dan kemudian dibebaskan.
Sejumlah penduduk di beberapa kota dilaporkan telah membentuk kelompok jaga malam untuk mencegah gerombolan yang dikabarkan telah dikirim oleh militer untuk menimbulkan kerusuhan.
Ribuan tahanan telah diberikan amnesti. Meskipun hal ini normal untuk menangani penjara yang terlalu padat, ada kekhawatiran bahwa militer akan menggunakan beberapa dari mereka yang dibebaskan untuk menekan siapa pun yang menentang rezim.
(Susi Susanti)