BANGSA Eropa yang berkunjung ke Indonesia di awal abad ke-20 M menemukan sebuah daerah dengan kota kecil yang mirip negeri Swiss, itulah (kabupaten) kota Garut. Kepopuleran Garut sebagai Swiss van Java tidak lepas dari jasa promosi wisata saat itu.
Jepretan fotografer professional, Thilly Wissenborn, seorang wanita keturunan Jerman-Belanda yang puluhan tahun sempat tinggal di kota Garut. Buah tangan Thilly Wissenborn di studio fotonya dikirim kepada kerabat dan teman-temannya di Eropa membuat banyak orang tertarik dan takjub dengan pesona keindahan kota Garut yang dikeliling gunung (Gunung Papandayan yang mengepulkan asap belerangnya, Gunung Guntur, dan Gunung Cikuray) dan dihiasi dengan danau yang indah, Situ Bagendit dan Situ Cangkuang.
Baca Juga: Buya Hamka, Ulama Multitalenta Kawan Sekaligus Seteru Soekarno
Amat wajar, bila sosok pemuda Malik—kelak setelah dewasa dikenal sebagai Hamka—pun pernah dan sering berkunjung ke kota Garut. Hamka hanya populer di tahun 1920-an ketika datang ke Jawa, menuju kota Jogya dan Pekalongan, untuk menimba ilmu. Hamka muda luput dari catatan, bahwa beliau pernah berkunjung sebagai wisatawan lokal ke kawah Kamojang, Garut. Bahkan Hamka sering menginap di kota Garut di rumah seorang tokoh Muhammadiyah Lokal. Tetapi memori kolektip warga Muhammadiyah Garut—khususnya keluarga perintis Muhammadiyah lokal—mencatat kalau Hamka muda dekat dengan kota Garut.
Jejak Hamka Muda
Hamka lahir di Maninjau, 17 Februari 1908, ayahnya Dr.H.Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul). Sejak remaja Hamka sudah tertarik dengan Jawa yang jadi pusat pergerakan dan tempat berkumpulnya banyak tokoh ulama dan politisi sejak awal abad ke-20. Pusat kebangkitan bangsa ini berada di Jawa, magnet yang menarik para pemuda yang mencintai nusa, bangsa dan agamanya. Usia 16 tahun Hamka—masih bernama Malik—menuju Jawa untuk menimba ilmu kepada tokoh penting. Kota Yogyakarta yang jadi tujuannya. Selain tokoh-tokoh Muhammadiyah pada pertengahan tahun 1924, kebetulan Cokroaminoto sedang tinggal di Yogyakarta.
Selain Yogyakarta, Pekalongan menjadi tujuan Hamka karena ada Buya Sutan Mansur–kakak iparnya–tokoh Muhammadiyah yang tinggal di sana. Mengapa Hamka bisa ke Swiss van Java? yang mempertemukan Hamka dengan kota Garut (Swiss van Java) adalah gerakan sosial masyarakat Muhammadiyah. Garut tahun 1922 sudah menjadi bibit kegiatan Muhammadiyah di tanah Pasundan (Keresidenan Priangan).
Sepertinya catatan Muhammadiyah Pusat hanya merekam jejak Hamka dengan kota Garut saat Muktamar Pemuda Muhammadiyah ke-3 tahun 1963, sambil meresmikan Masjid di kampung Muhammadiyah Lio. Dalam majalah Gema Islam (1963) terdapat berita Hamka di Muktamar Pemuda Muhammadiyah di Garut. Begitu pula dalam buku 70 Tahun Buya Hamka, tercatat kegiatan Hamka di Muktamar Pemuda Muhammadiyah tersebut.
Baca Juga: Mengenal Rukmini Chamin Kekasih Pierre Tendean, Gadis Medan Berdarah Jawa
Dokumentasi foto Hamka dengan dua sahabatnya di Kawasan wisata alam Kawah Kamojang, diperkirakan di tahun 1920-an (1925) atau tahun 1940, adalah catatan yang memberikan adanya titik temu kota Garut dengan tokoh Muhammadiyah ini sudah lama sekali, dan luput dari catatan utama kalangan Muhammadiyah.