Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Menteri Kesetaraan Jender Jepang Menentang Perubahan Nama Keluarga pada Pasangan yang Menikah

Susi Susanti , Jurnalis-Sabtu, 27 Februari 2021 |09:16 WIB
Menteri Kesetaraan Jender Jepang Menentang Perubahan Nama Keluarga pada Pasangan yang Menikah
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Kesetaraan Jender Jepang Tamayo Marukawa (Foto: EPA/ JUI PRESS)
A
A
A

JEPANG - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Kesetaraan Jender Jepang Tamayo Marukawa memutuskan bergabung dengan sekelompok anggota parlemen yang menentang perubahan hukum untuk memungkinkan pasangan menikah memiliki nama keluarga terpisah.

Undang-undang tahun 1896 di Jepang mengatakan pasangan menikah harus menggunakan nama keluarga yang sama.

Para pegiat telah lama berargumen jika kebijakan ini diskriminatif karena kebanyakan pasangan akhirnya menggunakan nama belakang suami.

Marukawa mengatakan keputusannya untuk menentang perubahan hukum ini adalah keyakinan pribadi dan tidak akan mempengaruhi tugasnya.

"Peran saya adalah membantu menciptakan lingkungan di mana publik dapat memperdalam diskusi mereka tentang masalah tersebut,” terangnya dalam menanggapi pertanyaan dari anggota parlemen oposisi minggu ini, menurut surat kabar Asahi Shimbun.

(Baca juga: Dianggap Berpakaian Tidak Pantas yang Membuat Guru Laki-Laki Tidak Nyaman, Siswi Ini Dipulangkan)

Marukawa adalah satu dari 50 orang dari Partai Demokrat Liberal (LDP) yang berkuasa yang menandatangani surat bulan lalu yang meminta anggota parlemen untuk menolak pendapat tertulis di majelis lokal mereka yang mendukung perubahan kebijakan.

Pendapat tertulis yang diadopsi di majelis lokal dapat membantu membangun momentum untuk debat di parlemen.

Gugatan atas masalah ini sebelumnya dibawa ke Mahkamah Agung pada 2015 lalu. Kasus tersebut diajukan oleh tiga individu perempuan dan satu pasangan dalam kemitraan perdata, yang berpendapat bahwa undang-undang tersebut inkonstitusional, diskriminatif dan kuno.

Namun pengadilan menegakkan hukum tersebut, dengan mengatakan hal itu tidak melanggar konstitusi.

(Baca juga: "Pengantin ISIS" Dilarang Masuk ke Inggris)

Hakim Itsuro Terada mencatat pada saat itu bahwa di antara orang Jepang sudah ada penggunaan nama gadis secara informal, yang meringankan dampak hukum. Dia mengatakan hal ini diserahkan kepada anggota parlemen untuk memutuskan apakah akan mengesahkan undang-undang baru tentang nama pasangan yang terpisah.

Marukawa diketahui menggunakan nama gadisnya di tempat kerja, tapi menggunakan nama belakang resminya setelah menikah dalam dokumen resmi.

(Susi Susanti)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement