IRAK - Hari hampir menjelang subuh, Zainab Amjad sudah bekerja sepanjang malam di anjungan minyak di Irak selatan. Dia menurunkan sensor ke dalam sumur gelap sampai gelombang sonik mendeteksi keberadaan minyak mentah yang menggerakkan perekonomian negaranya.
Di tempat lain di provinsi Basra yang kaya minyak, Ayat Rawthan mengawasi perakitan pipa pengeboran yang berukuran besar. Peralatan itu akan mengebor ke dalam Bumi dan mengirim data kunci tentang formasi batuan ke layar-layar komputer yang berjajar beberapa meter. Ayat akan menguraikan data-data tersebut.
Kedua perempuan yang berusia 24 tahun, termasuk di antara segelintir orang yang menghindari pekerjaan di belakang meja yang membosankan yang biasanya diserahkan kepada insinyur perminyakan perempuan di Irak. Sebaliknya, mereka memilih menjadi pionir dalam industri minyak Tanah Air dan melakukan pekerjaan di lokasi rig pengeboran. Merekaa mengenakan helm kerja untuk bersiap menghadapi kerasnya pekerjaan di anjungan minyak.
Mereka adalah bagian dari generasi baru wanita Irak berbakat yang menguji batas-batas yang diberlakukan oleh komunitas konservatif. Tekad mereka untuk mencari pekerjaan di industri yang secara historis didominasi laki-laki adalah contoh luar biasa dari pertumbuhan populasi pemuda yang merasa makin berseberangan dengan tradisi adat yang konservatif dan mengakar di jantung minyak Irak selatan.
(Baca juga: Pakar HAM PBB Serukan Penyelidikan Kasus Navalny)
Amjad dan Rawthan bekerja di lapangan minyak dengan jam kerja yang cukup panjang dan di tengah kondisi cuaca yang brutal. Sering kali mereka ditanya – sebagai perempuan – apa yang mereka lalukan di tempat itu.
"Mereka memberi tahu saya bahwa hanya laki-laki yang bisa menghadapi lingkungan kerja di lapangan," kata Amjad, yang menghabiskan enam minggu bekerja dan tinggal di lokasi rig.
“Jika saya menyerah, saya akan membuktikan bahwa mereka benar,” terangnya.
Nasib Irak, baik secara ekonomi dan politik, naik-turun seiring dengan pergerakan pasar minyak. Penjualan minyak menyumbang 90% dari pendapatan negara. Sebagian besar minyak mentah berasal dari selatan. Jatuhnya harga minyak menyebabkan krisis ekonomi; kenaikan harga menambah pundi-pundi keuangan pemerintah.
(Baca juga: Kisah Pelaut Belanda Bertolak dari Jakarta untuk Mencari Benua yang Hilang)
Kondisi ekonomi yang sehat dapat memberikan stabilitas, dan ketidakstabilan biasanya merugikan kekuatan sektor minyak. Produksi minyak kerap tersendat karena perang yang sudah berlangsung puluhan tahun, kerusuhan sipil dan invasi.
Statistik dari Kementerian Perminyakan menunjukkan bahwa setelah harga minyak yang rendah akibat pandemi virus korona dan konflik internasional, Irak menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Ekspor minyak pada Januari mencapai 2,87 juta barel per hari dengan harga US $ 53 per barel.
Bagi kebanyakan orang Irak, industri ini dapat diringkas dengan angka. Namun Amjad dan Rawthan memiliki pandangan yang lebih rinci. Setiap sumur menyebabkan serangkaian tantangan. Beberapa membutuhkan tekanan lebih tinggi untuk memompa, dan beberapa sumur lainnya penuh dengan gas beracun.