NAYP YI DAW - Militer Myanmar telah memperluas status darurat militer di lebih banyak distrik menyusul salah satu hari protes paling mematikan sejak kudeta 1 Februari. Setidaknya 21 orang dilaporkan tewas di kota Yangon pada Minggu (14/3/2021), dengan kematian tambahan dilaporkan di negara Asia Tenggara itu.
Kekerasan itu terjadi sehari sebelum pemimpin sipil yang digulingkan di negara itu, Aung San Suu Kyi, dijadwalkan hadir di pengadilan. Suu Kyi akan menghadapi banyak tuduhan, yang menurut para pendukungnya dibuat-buat.
BACA JUGA: 39 Orang Dilaporkan Tewas dalam Protes Antikudeta Myanmar, Pabrik-Pabrik China Dibakar
Pengunjuk rasa pro-demokrasi menuntut pembebasan Suu Kyi, ketua Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang menang telak dalam pemilihan November lalu. Dia telah ditahan di lokasi yang tidak diketahui sejak kudeta 1 Februari.
Militer menahan sebagian besar kepemimpinan NLD setelah kudeta, dengan tuduhan penipuan pemilih. Tidak ada bukti yang diberikan.
Junta militer Myanmar awalnya mengumumkan darurat militer di dua distrik Yangon pada Minggu setelah bisnis dan pabrik-pabrik yang didanai China diserang. Junta kemudian menambahkan lebih banyak wilayah ke dalam status darurat militer pada Senin (15/3/2021), demikian diwartakan BBC.
Para pengunjuk rasa percaya China memberikan dukungan kepada militer Myanmar, tetapi tidak jelas siapa yang berada di balik serangan akhir pekan itu.
BACA JUGA: Pakar PBB: Junta Myanmar Kemungkinan Melakukan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan
Minggu dianggap sebagai hari paling berdarah sejauh ini sejak pengambilalihan di bulan Februari. Kelompok pemantau Asosiasi Bantuan untuk Narapidana Politik (AAPP) mengatakan korban tewas hari itu setidaknya 38 orang.
Secara total, lebih dari 120 pengunjuk rasa dilaporkan tewas selama penumpasan tersebut, menurut kelompok pemantau AAPP.
(Rahman Asmardika)