Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Kisah Para Tahanan Wanita Berjuang Hadapi Pandemi Covid-19 di Penjara

Agregasi BBC Indonesia , Jurnalis-Rabu, 24 Maret 2021 |11:37 WIB
Kisah Para Tahanan Wanita Berjuang Hadapi Pandemi Covid-19 di Penjara
Tahanan wanita di penjara (Foto: Amnesty International)
A
A
A

  • Keadilan yang tertunda

Salah satu dampak pandemi adalah proses hukum berjalan jauh lebih lama.

Selain itu, tahanan tak boleh menerima pengunjung, yang akibatnya bantuan hukum dari pengacara menjadi sulit didapat.

Dalam kasus Safoora, ia harus menunggu 20 hari sebelum bisa bertemu dengan pengacara untuk pertama kalinya. Untuk bertemu dengan pihak keluarga ia harus menunggu 15 hari.

Pada suasana seperti ini, ia juga dikhawatirkan oleh pikiran bahwa ia mungkin harus melahirkan di kompleks penjara.

Penjara di banyak negara menghadapi problem klasik: minimnya fasilitas mendasar, seperti makanan, toilet, kamar mandi dan layanan kesehatan. Kondisinya memburuk dengan adanya pandemi Covid-19.

“Bagi tahanan perempuan, persoalan ini ditambah dengan minimnya ketersediaan pembalut wanita dan kebutuhan penting lain," terang Olivia Rope, Direktur eksekutif organisasi Penal Reform International.

Dia mengatakan banyak tahanan perempuan yang menggantungkan pada anggota keluarga untuk mendapatkan perlengkapan tersebut.

Dan ketika pandemi tidak membolehkan kunjungan keluarga, satu-satunya sumber untuk mendapatkan perlengkapan ini menjadi tertutup.

Dia mengatakan dampak lain adalah, sulitnya tahanan perempuan bertemu dengan anak-anak mereka.

Sementara itu, tahanan perempuan juga diperkirakan lebih rentan.

"Perempuan di penjara menghadapi risiko lebih tinggi terkena virus corona ... di 22 negara, tingkat hunian penjara di atas 200%," kata Olivia Rope, direktur eksekutif organisasi Penal Reform International.

"Kondisi kesehatan mereka biasanya juga lebih buruk dibandingkan populasi perempuan, yang membuat mereka lebih rawan terkena virus coronya," katanya.

Kondisi ini semakin mengkhawatirkan karena alat pelindung diri sangat minim di kompleks penjara. Itu berarti kemungkinan munculnya kluster di penjara menjadi lebih besar.

Meski demikian, pemerintah tak banyak memberi perhatian.

Dari 71 negara yang telah mengeluarkan kebijakan vaksinasi, tak banyak yang memasukkan vaksinasi bagi penghuni penjara.

"Temuan kami menunjukkan selama pandemi Covi-19 para tahanan di seluruh dunia sepertinya dilupakan," ujar Netsanet Belay, penulis laporan Amnesty, kepada BBC.

"Perlu ada langkah-langkah khusus untuk [memenuhi kebutuhan] tahanan perempuan di penjara yang hamil, menyusui atau yang sedang mengalami menstruasi. Tahanan-tahanan perempuan harus masuk dalam kelompok prioritas, termasuk memasukkan mereka dalam kelompok prioritas yang mendapatkan vaksin," kata Belay.

Penjara juga dianggap telah mengabaikan peraturan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mewajibkan pemerintah untuk menyediakan fasilitas kebersihan diri bagi tahanan perempuan yang gratis.

Laporan Amnesty International menyebutkan hampir semua negara tak punya strategi untuk mencegah penularan Covid-19 di penjara. Rencana nasional juga jarang mencakup penanganan Covid-19 di penjara.

Menurut Amnesty, diperkirakan terdapat 11 juta tahanan di dunia, 741.000 di antara mereka adalah perempuan.

Namun banyak di antara tahanan ini bukan merupakan penjahat.

Mereka antara lain adalah orang-orang yang menunggu pengadilan, pegiat politik dan wartawan.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement