Naskah yang berhasil diselamatkan saat terjadi Perang Lombok pada 1894 itu tidak menyebutkan di mana letak Bubat.
Meski demikian, terdapat empat naskah Sunda kuno yang menyebut peristiwa Bubat, meski dalam versi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, peristiwa ini juga tidak bisa diabaikan begitu saja.
Bernard H.M. Vlekke, Guru Besar Universitas Leiden, Belanda, penulis buku Nusantara. Sejarah Indonesia, menyebutkan bahwa lokasi Bubat diambil dari Kidung Sunda. Bubat adalah sebuah lapangan besar di sebelah utara Trowulan, ibu kota Majapahit.
Di lapangan besar itu, rombongan Raja Sunda berkemah dengan pasukan pengawalnya. Lapangan Bubat biasa digunakan bangsawan Majapahit untuk berburu atau mengadakan turnamen.
Perang Bubat adalah perang yang terjadi pada masa pemerintahan raja Majapahit, Hayam Wuruk dengan mahapatih Gajah Mada.
Perang ini melibatkan sejumlah besar pasukan Kerajaan Majapahit pimpinan Gajah Mada melawan sekelompok kecil pasukan dari Kerajaan Sunda (Padjajaran) pimpinan Prabu Maharaja Linggabuana di lapangan Bubat pada abad ke 14 sekitar tahun 1360 masehi.
Pertempuran yang tidak seimbang itu dimenangkan Kerajaan Majapahit. Pasukan kerajaan Sunda dibantai habis termasuk komandan perangnya yang juga raja kerajaan Sunda, Prabu Maharaja Linggabuana.
Putri Raja Sunda bernama Dyah Pitaloka Citraresmi yang sedianya akan dinikahkan dengan Raja Hayam Wuruk bunuh diri setelah meratapi kematian sang ayah di medan perang Bubat.
(Erha Aprili Ramadhoni)