MINNEAPOLIS - Seorang dokter ahli jantung bersaksi pada Senin (12/4/2021) bahwa George Floyd, seorang pria kulit hitam yang kehilangan nyawa saat diamankan oleh polisi di Minneapolis, Amerika Serikat (AS) tahun lalu, tidak meninggal karena serangan jantung atau overdosis obat.
Dokter itu mengatakan Floyd bisa selamat jika lehernya tidak dipiting ke jalan ketika anggota polisi Derek Chauvin menekankan lututnya ke leher pria nahas itu selama lebih dari sembilan menit.
BACA JUGA: Bagaimana George Floyd Meninggal?
Dr. Jonathan Rich, seorang profesor fakultas kedokteran di Northwestern University, mengatakan kepada juri dalam sidang pembunuhan yang dilakukan oleh Chauvin di Minneapolis bahwa jika Floyd “tidak dilumpuhkan dengan cara demikian, saya kira dia akan selamat hari itu.”
“Saya pikir dia bisa pulang atau ke mana pun dia mau jika dia tidak dilumpuhkan dengan posisi yang berbahaya seperti itu,” kata Dr. Rich.
Eric Nelson, pembela Chauvin, berpendapat bahwa Floyd yang berusia 46 tahun meninggal karena mengonsumsi narkoba dan masalah kesehatan yang mendasarinya, dan bukan karena cara Chauvin mengekangnya setelah dicurigai menggunakan uang palsu pecahan USD20 pada 25 Mei 2020 itu.
Chauvin, yang berusia 45 tahun dan berkulit putih, mengaku tidak bersalah atas tuduhan pembunuhan dan pembunuhan tidak berencana dalam kasus Floyd, yang memicu protes luas di seluruh AS dan di kota-kota besar di luar negeri terhadap kekerasan polisi pada warga minoritas.