JAKARTA - Aktivis pro-demokrasi Myanmar pada Minggu (25/4/2021) mengkritik tajam kesepakatan antara junta militer dengan para pemimpin negara-negara Asia Tenggara untuk mengakhiri kudeta penuh kekerasan di negara itu. Mereka berjanji untuk melanjutkan protes antikudeta yang telah berlangsung sejak Februari.
Sejumlah protes digelar di kota-kota besar Myanmar pada Minggu, sehari setelah pertemuan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dengan Jenderal Senior Min Aung Hlaing di Jakarta mencapai konsensus untuk mengakhiri gejolak di Myanmar, tetapi tidak memberikan batas waktu.
BACA JUGA: Konsensus Pemimpin ASEAN, Myanmar Diminta Segera Hentikan Kekerasan
"Apakah itu ASEAN atau PBB, mereka hanya akan berbicara dari luar dengan mengatakan 'jangan melawan tapi negosiasikan dan selesaikan masalah'. Tapi itu tidak mencerminkan situasi dasar Myanmar," kata Khin Sandar dari kelompok protes yang disebut Komite Kolaborasi Pemogokan Umum sebagaimana dilansir Reuters.
"Kami akan melanjutkan protes," katanya kepada Reuters melalui telepon.
Menurut pernyataan ketua ASEAN Brunei, sebuah konsensus dicapai di Jakarta, berisi lima poin - mengakhiri kekerasan, dialog konstruktif di antara semua pihak, utusan khusus ASEAN, penerimaan bantuan, dan kunjungan utusan ke Myanmar.
Konsensus lima poin tidak menyebutkan tahanan politik, meskipun pada draf pernyataan yang diedarkan sehari sebelum KTT hal itu menjadi salah satu poin kesepakatan.
Namun, konsensus tersebut tampaknya tidak memuaskan para aktivis antikudeta di Myanmar, yang menyampaikan kritik dan ketidakpuasan mereka melalui media sosial.
BACA JUGA: ASEAN Leaders Meeting Digelar untuk Perdamaian Rakyat Myanmar
"Pernyataan ASEAN adalah tamparan di wajah orang-orang yang dianiaya, dibunuh, dan diteror oleh militer," kata seorang pengguna Facebook bernama Mawchi Tun. "Kami tidak membutuhkan bantuan Anda dengan pola pikir dan pendekatan itu."
Aaron Htwe, pengguna Facebook lainnya, menulis: "Siapa yang akan membayar harga untuk lebih dari 700 nyawa tak berdosa?"