Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Membangkitkan Kesadaran Beretika dalam Pemerintahan Indonesia

Tim Okezone , Jurnalis-Minggu, 06 Juni 2021 |08:02 WIB
Membangkitkan Kesadaran Beretika dalam Pemerintahan Indonesia
Mantan Watimpres Muhammad Ryaas Rasyid.(Foto:SINDOnews)
A
A
A

Kebutuhan pinjaman modal dari luar negeri pun hanya bisa dipenuhi atas jaminan negara. Maka jadilah negara dan pemerintah mengemban tugas pembangunan bagi kesejahteraan rakyat seperti yang berlaku hingga saat ini.

Fokus pembanguan fisik oleh negara diarahkan pada sektor-sektor vital dan strategis yang tidak mungkin dikelola oleh swasta atau dipercayakan kepada mereka karena berbagai alasan. Sekarang, apa implikasi etis atas realitas negara dan pemerintah yang mengemban tugas dan fungsi-fungsi itu? Dalam hal ini kita perlu memetakan apa itu negara dan pemerintahan dalam bentuk fisik yang bisa kita amati dalam konteks pengelolaan kekuasaannya.

Perlu di garis bawahi realitas negara dan pemerintahan yang beretika itu merujuk pada 4 komponen utamanya, yaitu (1) KEPEMIMPINAN, (2) MANAJEMEN, (3) KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASI, (4) PERTANGGUNGJAWABAN POLITIK, dan PEWARISAN NILAI BAGI KELANJUTAN HIDUP NEGARA. Mari kita bahas ke-empat komponen penting itu:

 KEPEMIMPINAN

Pemimpin dan kepemimpinan dalam konteks bernegara dan berpemerintahan merupakan inti dari seluruh proses kekuasaan. Banyak teori yang mendalami hal kepemimpinan ini, yang kemudian melahirkan konsep tentang syarat-syarat kepemimpinan, ukuran keberhasilan dan kegagalan, serta jalan keluar untuk mengatasi krisis kepemimpinan itu. Syarat kepemimpinan merujuk pada 3 kualitas kepribadian seorang pemimpin yaitu memiliki integritas (yang teruji), kompetensi (yang diakui), dan komitmen (yang bisa dipercaya).

Integritas adalah suatu bentuk kepribadian yang kuat, tidak mudah berubah atau terombangambing dalam situasi krisis. Taat pada aturan dan menghayati nilai-nilai pertanggungjawaban sebagai pemimpin adalah salah satu manifestasi dari integritas. Tidak melakukan perbuatan tercela, tidak menyalahgunakan kekuasaan, dan tidak mengambil sesuatu yang bukan haknya walau ada kesempatan melakukan hal iru adalah wujud dari integritas. Ringkasnya, integritas itu teruji saat seorang pemimpin punya kesempatan untuk menyeleweng, tapi dia tidak menggunakan kesempatan itu.

Ada pun tentang kompetensi para ahli sepakat merujuk pada kemampuan seseorang menjalankan tugas secara baik dan benar. Biasanya kompetensi itu dapat dilihat pada kapasitas seseorang dalam.memahami sesuatu masalah yang dihadapi atau dengan kata lain dia mampu mendefinisikan masalah.

Dalam konteks ini dia mampu membuat peta lengkap atas masalah yang dihadapi, tahu akar masalah, faktor-faktor penyebab dan penyertanya, serta konsekuensi yang dihadapi jika masalah gagal diatasi.

Dari situ sang pemimpin akan berusaha menemukan konsep penyelesaian masalah. Setelah menetapkan kebijakan untuk solusi masalah itu, seorang pemimpin harus mampu menggerakkan dan memobiliasasi seluruh sumberdaya yang diperlukan bagi keberhasilan implementasi kebijakan yang diputuskannya.

Yang ketiga adalah komitmen. Seorang pemimpin yang baik adalah yang komitmennya bisa dipercaya. Artinya kalau dia sudah menyatakan sanggup melakukan sesuatu di depan publik, dia wajib memenuhi janji itu. Komitmen pemimpin adalah pegangan rakyat. Di dalamnya terkandung harapan mereka. Pengingkaran atau pengkhianatan atas komitmen adalah perbuatan.

MANAJEMEN

Seorang pemimpin negara dan pemerintahan bertanggung jawab dalam mengelola kekuasaan eksekutif yang besar dengan perangkat kelembagaan, personil dan keuangan sebagai pilar-pilar utama yang menopang kekuasaan itu. Di atasnya terdapat konstitusi negara, dihadapannya terdapat Undang Undang, di sampingnya terdapat lembaga-lembaga non eksekutif sebagai mitra dan pengawas, dan di bawahnya terdapat satuan-satuan pemerintahan daerah yang merupakan bagian tak terpisahkan dari kekuasaan negara dan pemerintahan.

Semua komponen kekuasaan itu berada dalam satu kesatuan manajemen negara dan pemerintahan yang dipimpin oleh kepala negara, yang dalam sistem NKRI juga merangkap sebagai kepala pemerintahan. Maka seorang Presiden Republik Indonesia dalam UUD 1945 yang asli disebutkan dalam penjelasannya sebagai seseorang yang kekuasaannya BUKAN TAK TERBATAS. Ungkapan ini bisa dimaknai sebagai bentuk kekuasaan yang HAMPIR TAK TERBATAS. Konsekuensinya adalah tanggungjawab seorang Presiden RI sangatlah besar sekaligus berat. Harapan rakyat adalah seorang presiden dalam mengemban tugasnya wajib membangun suatu tim kerja yang berkompetensi tinggi sehingga seluruh tugas dan tanggung jawabnya terlaksana dengan baik.

Bertolak dari asumsi etik bahwa rakyat berhak memperoleh pemerintahan yang baik, maka suatu tindakan menempatkan seseorang yang tidak berkompeten dalam jabatan kenegaraan dan pemerintahan adalah suatu pelanggaran etika. Salah urus dalam proses pengelolaan kewenangan yang berakibat buruk terhadap kualitas pelayanan, apalagi yang merugikan kepentingan rakyat, negara, dan pemerintahan adalah pelanggaran etika. Membiarkan atau lalai dalam mencegah terjadinya penyimpangan, penyelewengan atau korupsi dalam lingkup tanggung jawabnya adalah juga pelanggaran etika.

Maka dalam perkara terkait korupsi misalnya, selain pelakunya harus diadili, mereka yang lalai mencegah terjadinya korupsi dalam lingkup kepemimpinannya dapat terkena sanksi etis. Alasannya karena kasus itu merupakan indikasi kegagalan kepemimpinan.

Terjadinya pemborosan dan kebocoran anggaran belanja negara dan daerah adalah manifestasi kegagalan manajemen yang akut. Boleh jadi para penanggung jawab sulit dikenai pasal-pasal pidana sehingga mereka hanya terkena sanksi administrasi, namun dari kaca mata etika ini adalah sebuah pelanggaran serius yang mempermalukan atasan mereka. Atasan itu telah gagal mencegah terjadinya kesalahan secara dini. 

Mereka wajib terkena sanksi etika berupa catatan negatif sehingga minimal tidak boleh dipromosikan ke jabatan yang setara atau lebih tinggi. Ukuran keberhasikan manajemen negara dan pemerintahan adalah terwujudnya penyelenggaraan kekuasaan yang semakin tertib, semakin bersih, semakin maju dari waktu ke waktu. Ukuran ini bisa dikuantifikasi dalam bentuk berkurangnya pelanggaran aturan dalam praktek kekuasaan, semakin tertib dan majunya layanan publik di semua sektor, semakin berkurangnya korupsi, kebocoran dan pemborosan keuangan negara, semakin berkurangnya korupsi, semakin menurunnya kriminalitas dalam masyarakat dan semakin meningkatnya kesejahteraan rakyat dari waktu ke waktu. Suatu realitas yang tidak menggambarkan terwujudnya indikasi atau ukuran keberhasikan itu bisa dianggap sebagai kegagalan manajemen kenegaraan dan pemerintahan.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement