SEORANG kontributor sebuah surat kabar Prancis, Elizabeth D. Inandiak menerjemahkan serat centhini ke dalam bahasa Prancis dengan judul Les Chants de I'ile a dormir debout le Livre de Centhini (2002).
Serat Centhini menghimpun segala macam ilmu pengetahuan dan kebudayaan Jawa, agar tak punah dan tetap lestari. Serat Centhini disampaikan dalam bentuk tembang atau suluk.
Sumahatmaka, R.M.A, dalam buku "Ringkasan Centini (Suluk Tambanglaras) " PN Balai Pustaka, Cetakan pertama, 1981.menuliskan ,bahwa serat centhini ditulis oleh tiga orang pujangga pada awal abad ke-19 , sekitar 1815.
Serat itu berupa tembang Jawa tentang percintaan Amongraga dan Tambangraras. Dalam kitab yang berisi 722 tembang itu banyak membicarakan soal seks dan seksualitas.
Dari keterangan R.M.A. Sumahatmaka, juru tulis resmi Istana Mangkunegaran pada masa pemerintahan Mangkunegara VII (MN VII) dan MN VIII, Serat Centhini digubah atas kehendak Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom di Surakarta, putra Sunan Pakubuwana IV, yang kelak bertakhta sebagai Sunan Pakubuwana V.
Baca Juga: Lontar, Kamasutra Versi Bali, Ibarat Kuku Singa Bersembunyi dalam Sarang
Pengerjaan dipimpin langsung oleh .Pangeran Adipati Anom. Ia menginginkan pengetahuan lahir dan batin masyarakat Jawa dikumpulkan. Termasuk dalam keyakinan dan penghayatan tentang agama.
Tiga pujangga keraton ditunjuk membuatnya. Pada 1814 dimulai hingga rampung pada 1823 yaitu, Raden Ngabehi Ranggasutrasn, Raden Ngabehi Yasadipura II (sebelumnya bernama Raden Ngabehi Ranggawarsita I, Raden Ngabehi Sastradipura.
Sebelum dilakukan penggubahan, ketiga pujangga istana mendapat tugas-tugas yang khusus untuk mengumpulkan bahan-bahan pembuatan kitab.